Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Markus Nari Minta Jaksa Hadirkan Mekeng dalam Sidang Kasusnya

Kompas.com - 14/10/2019, 18:10 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi II DPR, Markus Nari ingin jaksa KPK menghadirkan anggota DPR Melchias Marcus Mekeng dalam sidang lanjutan perkara kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang menjeratnya. 

"Memang saya sampaikan ke penasihat hukum ini. Karena yang kemudian kemarin juga sudah diminta dihadirkan saksi Mekeng saat pemeriksaan di KPK. Jangan sampai ini menjadi fitnah. Memang kami minta supaya dihadirkan. Supaya clear semuanya," kata Markus Nari di hadapan majelis hakim dan jaksa KPK jelang berakhirnya persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/10/2019).

Menurut Markus, kehadiran Mekeng bisa menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menghasilkan putusan yang adil baginya. 

"Karena itu saya minta, jaksa yang saya hormati supaya bisa dihadirkan, karena alangkah eloknya kalau jaksa penuntut umum yang hadirkan dibanding kami. Karena ini bukan masalah ringan atau beratnya (hukuman) yang mulia," ujar dia.

Baca juga: Eni Saragih Mengaku Ditanya Penyidik soal Keterlibatan Mekeng dalam Kasus Samin Tan

Sementara itu, menurut penasihat hukum Markus Nari, Tommy Sihotang, keterangan Mekeng dalam berita acara pemeriksaan (BAP) bisa meringankan Markus.

Pihak kuasa hukum Markus juga akan menghadirkan saksi lain yang mungkin dapat meringankan terdakwa dalam persidangan. 

Merespons keinginan Markus Nari, hakim ketua Frangki Tambuwun menilai, jaksa KPK bisa menghadirkan Mekeng mengingat ia pernah diperiksa oleh KPK dalam perkara Markus Nari.

"Jadi kalau toh dia tidak jadi (saksi) oleh jaksa penuntut umum, sekalipun ada dalam BAP bisa dijadikan saksi oleh terdakwa, ya. Umumnya ya bagi terdakwa selalu meringankan, ya, tetapi kalau dari jaksa penuntut umum bisa hadirkan ya silakan saja," kata Frangki.

Pada salah satu poin surat dakwaan jaksa disebutkan bahwa ketika masih dalam pembahasan penganggaran kembali proyek e-KTP, April 2012, mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo ditelepon oleh pengusaha Andi Narogong untuk datang ke Kafe Pandor di Jalan Wijaya Jakarta Selatan.

Pada pertemuan itu, berdasarkan surat dakwaan jaksa, Andi menyerahkan uang 1.000 dollar Amerika Serikat (AS) kepada Irvanto untuk diberikan kepada Markus Nari dan Mekeng yang sedang menunggu di ruang kerja Ketua DPR saat itu, Setya Novanto.

Menurut jaksa, selanjutnya Markus Nari menyalahgunakan kesempatan yang ada padanya selaku anggota DPR dengan menerima uang sebesar 1.000 dollar AS guna memuluskan proses usulan penganggaran kembali proyek e-KTP

Dalam kasus ini, Markus didakwa memperkaya diri sebesar 1,4 juta dollar Amerika Serikat (AS) dalam pengadaan proyek e-KTP.

Menurut jaksa, Markus bersama pihak lainnya dan sejumlah perusahaan yang ikut dalam konsorsium pemenang pekerjaan paket e-KTP juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,31 triliun.

Baca juga: Beralasan Kurang Sehat, Mekeng Kembali Tak Penuhi Panggilan KPK

Perhitungan kerugian keuangan negara itu berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Nomor: SR-338/D6/01/2016 tanggal 11 Mei 2016.

Jaksa menyebut, Markus ikut berperan memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013.

Menurut jaksa, uang 1,4 juta dollar AS untuk Markus sebenarnya merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya digunakan untuk membiayai proyek e-KTP tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com