JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta polisi tak asal menerbitkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) untuk calon kepala daerah.
KPU meminta polisi benar-benar menelusuri rekam jejak calon kepala daerah ketika mengajukan SKCK sehingga prosesnya tak sebatas formalitas.
Dengan demikian, masyarakat terjamin haknya untuk memilih calon kepala daerah yang bersih dari rekam jejak kriminal.
"Pengurusan soal persyaratan itu, yang SKCK itu, seolah hanya menjadi formalitas. Seolah itu tidak ada detailnya padahal ada. Kami berharap pihak kepolisian dalam mengeluarkan SKCK lebih hati-hati," ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Baca juga: KPU Ingin Larang Pemabuk dan Pezina Maju Pilkada, Tifatul: Kepala Daerah Harus Bermoral
Untuk mendukung hal tersebut, KPU berencana mendetailkan jenis-jenis perbuatan tercela yang bisa membatalkan pencalonan seseorang dalam pilkada ke dalam Peraturan KPU (PKPU).
Pramono berharap upaya tersebut dapat memenuhi harapan masyarakat yang menginginkan sosok kepala daerah yang berintegritas dan dapat diteladani.
"Karena itu kami berharap dengan eksplisitkan yaitu tindakan percelaan atau asusila itu dalam KPU itu kami berharap pihak kepolisian dalam mengeluarkan SKCK lebih hati-hati," lanjut dia.
Baca juga: Belajar dari Pilpres 2019, KPU Optimistis Hadapi Serangan Siber Saat Pilkada 2020
KPU tengah merancang revisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Dalam salah satu pasalnya, KPU melarang seseorang yang punya catatan melanggar kesusilaan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali Kota-wakil wali kota.
Pelanggar kesusilaan yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, dan berzina. Aturan ini dimuat dalam Pasal 4 huruf j.
Baca juga: PKPU Pilkada 2020 Rampung, KPU Minta Semua Pihak Mempelajarinya
"Tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang meliputi, satu, judi," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat uji publik revisi PKPU Pilkada 2020 di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).
"Kedua adalah mabuk, ketiga pemakai atau pengedar narkoba, keempat berzina dan/atau melanggar kesusilaan lainnya," lanjutnya.
Larangan pencalonan seseorang dengan catatan perbuatan tercela sebenarnya telah diatur dalam PKPU sebelum revisi, yaitu PKPU Nomor 3 Tahun 2017.
Baca juga: Rencana KPU untuk Larang Pemabuk, Pezina, dan Pejudi Nyalon pada Pilkada 2020
Hanya saja, dalam PKPU tersebut, tidak disebutkan secara rinci perbuatan asusila yang dimaksud.
Pasal tersebut, menurut KPU, justru berpotensi menjadi multitafsir dan banyak disalah artikan. Oleh karenanya, KPU ingin membuat penegasan melalui PKPU revisi.
"Karena ini ada dalam penjelasan Undang-undang, jadi kita penjelasan dalam Undang-undang 10 Tahun 2016 kita cantumkan langsung dalam PKPU sehingga nanti tidak ada multitafsir yang dimaksud dengan perbuatan tercela ini," ujar Evi.
Baca juga: Larang Pemabuk, Pezina dan Pejudi Maju Pilkada, KPU: Sudah Sesuai UU
Adapun seseorang bisa menyatakan dirinya tak punya catatan melanggar kesusilaan melalui SKCK dari polisi.
Dalam Pasal 42 ayat (1) huruf h rancangan PKPU revisi, calon kepala daerah harus membuktikan diri mereka tak melakukan hal-hal itu dengan SKCK dari polisi. Calon gubernur dan wakil gubernur harus meminta SKCK ke Polda.
Sementara calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota harus mendapat SKCK dari polres.