JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM menilai desakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar Veronica Koman dibebaskan dari segala sangkaan bukanlah bentuk intervensi hukum.
"Tidak mungkin dalam narasi internasional itu (desakan PBB) disebut sebagai intervensi. Dewan HAM PBB harus dilihat sebagai lembaga kenegaraan berdaulat. Dalam tradisi hukum internasional HAM, semacam itu tidak bisa dianggap intervensi," ujar komisioner bidang pengkajian dan penelitian Komnas HAM, Choirul Anam, saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Diketahui, desakan PBB datang dari para ahli Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).
Mereka mendesak agar pemerintah Indonesia mencabut kasus Veronica sekaligus memberikan perlindungan terhadapnya.
Baca juga: Pemerintah Australia Mungkin Serahkan Kasus Veronica Koman ke Kepolisian Federal
Menanggapi hal itu, menurut Choirul, kepolisian sejatinya menghormati desakan PBB lantaran permasalahan kasus rasialisme yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya masih belum dituntaskan.
"Seharusnya memang langkah dari PBB ini dihormati karena masalah ini kan belum selesai. Jangan salahkan jika banyak pertanyaan dari massa internasional," paparnya kemudian.
Baginya, penyelesaian kasus Papua tersebut harus diselesaikan dengan baik dengan menahan diri untuk tidak menersangkakan seorang pembela HAM tanpa dasar yang kuat.
Sebelumnya, desakan para ahli tersebut diungkapkan dalam laman OHCHR, Rabu (18/9/2019).
"Kami mempersilakan pemerintah mengambil langkah terhadap insiden rasisme, tetapi kami mendorong agar pemerintah segera melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi," kata para ahli.
"Dan mencabut segala kasus terhadap dia (Veronica) sehingga dia dapat kembali melaporkan situasi mengenai HAM di Indonesia secara independen," demikian lanjutan kutipan tersebut.
Baca juga: Aliansi Mahasiswa Papua Surabaya: Veronica Koman Kuasa Hukum Kami
Para ahli diketahui bernama Clement Nyaletsossi Voule dari Togo, David Kaye dari Amerika Serikat, Dubravka Šimonovi dari Kroasia, Meskerem Geset Techane dari Etiopia, dan Michel Forst dari Perancis.
Menanggapi desakan PBB, Polda Jawa Timur yang mengusut perkara Veronica menolak segala bentuk intervensi dalam penanganan kasus aktivis HAM tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera menegaskan bahwa hukum Indonesia memiliki kedaulatan sendiri sehingga tidak dapat diintervensi.
"Enggak ada intervensi. Hukum di Indonesia mempunyai kedaulatan sendiri," ujar Barung ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (18/9/2019).
Diketahui, Veronica ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur atas tuduhan menyebarkan konten berita bohong atau hoaks dan provokatif terkait kerusuhan Papua dan Papua Barat pada 4 September 2019.
Baca juga: Polisi Menolak Kasus Veronica Koman Diintervensi PBB
Polisi menjerat Veronica dengan sejumlah pasal dalam beberapa UU, antara lain Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pasal penghasutan, dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Menurut kepolisian, ada beberapa unggahan Veronica yang bernada provokatif, salah satunya pada 18 Agustus 2019.
Salah satu unggahan yang dimaksud, yaitu "Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.