JAKARTA, KOMPAS.com - Terhadap desakan agar Veronica Koman dibebaskan dari segala sangkaan datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Polri tetap bergeming dan menegaskan menolak dari segala bentuk intervensi manapun.
Desakan PBB datang dari para ahli Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).
Mereka mendesak agar pemerintah Indonesia mencabut kasus Veronica sekaligus memberikan perlindungan terhadapnya.
"Kami mempersilakan pemerintah mengambil langkah terhadap insiden rasisme, tetapi kami mendorong agar pemerintah segera melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi," kata para ahli seperti dikutip dari laman OHCHR, Rabu (18/9/2019).
"Dan mencabut segala kasus terhadap dia (Veronica) sehingga dia dapat kembali melaporkan situasi mengenai HAM di Indonesia secara independen," demikian lanjutan kutipan tersebut.
Baca juga: PBB Turun Tangan, Desak Indonesia Bebaskan Veronica Koman
Para ahli diketahui bernama Clement Nyaletsossi Voule dari Togo, David Kaye dari Amerika Serikat, Dubravka Šimonovi dari Kroasia, Meskerem Geset Techane dari Etiopia, dan Michel Forst dari Perancis.
Selain itu, para ahli itu sekaligus menyampaikan bahwa keinginan polisi mencabut paspor Veronica, memblokir rekening, dan meminta Interpol menerbitkan red notice turut menjadi perhatian mereka.
Menanggapi desakan PBB, Polda Jawa Timur yang mengusut perkara Veronica menolak segala bentuk intervensi dalam penanganan kasus aktivis HAM tersebut.
"Enggak ada intervensi. Hukum di Indonesia mempunyai kedaulatan sendiri," ujar Barung ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (18/9/2019).
Baca juga: PBB Minta Kasus Veronica Koman Dicabut, Ini Tanggapan Polisi
Polda Jawa Timur pun akan tetap menunggu Veronica memenuhi panggilan pemeriksaan hingga Rabu kemarin.
Namun, ketika dihubungi kembali, Barung mengatakan bahwa Veronica tidak memenuhi panggilan tersebut.
Maka dari itu, polisi akan menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Veronica.
"(DPO diterbitkan) minggu ini ya," ujar Barung.
Diketahui, Veronica ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur atas tuduhan menyebarkan konten berita bohong atau hoaks dan provokatif terkait kerusuhan Papua dan Papua Barat pada 4 September 2019.
Polisi menjerat Veronica dengan sejumlah pasal dalam beberapa UU, antara lain Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pasal penghasutan, dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Baca juga: Aliansi Mahasiswa Papua Surabaya: Veronica Koman Kuasa Hukum Kami
Menurut kepolisian, ada beberapa unggahan Veronica yang bernada provokatif, salah satunya pada 18 Agustus 2019.
Salah satu unggahan yang dimaksud, yaitu "Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa".
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.