Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III: Napi yang Ditangani KPK Lebih Sulit Dapat Rekomendasi Bebas Bersyarat

Kompas.com - 18/09/2019, 23:50 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkapkan, aturan narapidana kasus korupsi wajib mendapatkan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengajukan pembebasan bersyarat telah menimbulkan diskriminasi.

Oleh sebab itu penataan regulasi perlu dilakukan melalu revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (RUU Pemasyarakatan).

"Meskipun itu seorang terpidana, seorang warga binaan permasyarakatan, kan hak-haknya tidak boleh terdiskriminasi antara napi satu dengan napi lain," ujar Arsul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Baca juga: Pembebasan Bersyarat Koruptor Dilonggarkan, Begini Komentar KPK

Sebelum revisi, mekanisme pemberian pembebasan bersyarat bagi napi kasus kejahatan luar biasa, salah satunya korupsi, mewajibkan adanya rekomendasi dari aparat penegak hukum.

Aparat penegak hukum yang dimaksud yakni Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.

Namun dalam praktiknya, menurut Arsul, napi kasus korupsi yang ditangani oleh KPK lebih sulit mendapatkan rekomendasi ketimbang koruptor yang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan.

Baca juga: Alasan Komisi III DPR Permudah Pembebasan Bersyarat Napi Koruptor

Padahal narapidana tersebut telah memenuhi seluruh syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang seperti, berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan dan telah memunjukkan penurunan tingkat risiko.

"Tapi ketika dia ingin mendapatkan haknya, hak atas remisi, hak atas asimilasi, atau pembebasan bersyarat itu, KPK tidak mau memberikan (rekomendasi). Di sisi lain ketika itu napi dari perkara yang ditangani Polri, dari Bareskrim, dari Kejasaan Agung, dapat (rekomendasi)," kata Arsul.

"Ini kan kemudian jadi diskriminatif. Kok yang sana gampang dapatnya, yang sini hampir mustahil dapatnya. Ini kan enggak boleh terjadi," tutur dia.

Baca juga: Bebas Bersyarat Koruptor di Era SBY Ketat, Ini Penjelasan Mantan Wamenkumham

Sementara, revisi UU Pemasyarakatan meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dalam Bab Ketentuan Peralihan Pasal 94 ayat (2) RUU Pemasyarakatan, PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dinyatakan masih tetap berlaku.

Dengan demikian aturan mengenai pemberian pembebasan bersyarat kembali ke PP Nomor 32 Tahun 1999.

Baca juga: Wadah Pegawai: Hanya Koruptor yang Tertawa KPK Jadi Seperti Ini

Padahal, PP Nomor 99 Tahun 2012 mengatur syarat rekomendasi dari aparat penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, yang selama ini memberatkan pemberian pembebasan bersyarat bagi napi korupsi.

Arsul menjelaskan, jika mengacu pada sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system), aparat penegak hukum tidak dapat mencampuri kewenangan pengadilan.

Artinya kewenangan memberikan hak pembebasan bersyarat bagi terpidana berada di tangan hakim dan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Permudah Pembebasan Bersyarat Koruptor

Di sisi lain, pembatasan hak terhadap warga negara hanya boleh dilakukan melalui putusan pengadilan dan undang-undang.

"Yang paling memungkinkan untuk ikut campur adalah pengadilan. Jadi di dalam UU Pemasyarakatan itu dikatakan bahwa narapidana itu berhak mendapatkan hak-haknya kecuali haknya itu dicabut oleh hakim melalui putusan pengadilan," tutur dia.

Kompas TV DPR optimistis rancangan kitab undang undang hukum pidana bisa disahkan pada 24 september mendatang.<br /> <br /> Namun sejumlah pegiat antikorupsi masih mempersoalkan sejumlah pasal yang dianggap bisa melemahkan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com