JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dibuat karena saat itu ada kesan remisi diobral.
PP yang dibuat pada pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sebagai bentuk ketegasan hukum, khususnya untuk mendukung agenda pemberantasan korupsi, pembebasan bersyarat diperketat.
"Jadi untuk menegaskan agenda pemberantasan korupsi memberikan efek jera dan membangun rasa keadilan masyarakat maka syarat-syarat untuk mendapatkan hak-hak narapidana termasuk remisi, itu diperketat," kata Denny saat dihubungi, Rabu (18/9/2019).
Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Permudah Pembebasan Bersyarat Koruptor
Dengan adanya langkah terbaru dari DPR dan pemerintah saat ini, secara politik hukum, Denny menganggap hal itu sah-sah saja.
Sebab, memperketat atau mempermudah pembebasan bersyarat merupakan pilihan.
Hanya saja, kesan obral remisi untuk koruptor dinilainya akan hadir kembali.
"Tentu akan ada pertanyaan apakah tidak akan menyebabkan hadirnya lagi obral remisi ya. Misalnya akhirnya nanti napi korupsi menjadi cepat mendapatkan pengurangan hukuman," katanya.
Baca juga: Pembebasan Bersyarat Dipermudah, TII: Ada Skenario Besar Pelemahan Antikorupsi
Bagi Denny, langkah DPR dan pemerintah yang mencabut PP Nomor 99 Tahun 2012 terkesan tidak sejalan lagi dengan semangat antikorupsi.
Ia juga khawatir impian masyarakat mendapatkan rasa keadilan yang proporsional juga kembali terganggu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Ranik mengatakan, rancangan UU Pemasyarakatan yang akan disahkan dalam waktu dekat itu meniadakan PP 99/2012.
Baca juga: Alasan Pemerintah Merevisi PP 99 Tahun 2012 Dinilai Tak Relevan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.