Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Akan Tanggapi Permohonan PK Setya Novanto di Pengadilan

Kompas.com - 10/09/2019, 06:52 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menanggapi permohonan Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus korupsi Setya Novanto yang dibacakan tim penasihat hukumnya, Rabu (28/8/2019) lalu.

Rencananya sidang lanjutan PK Setya Novanto dengan agenda tanggapan dari KPK ini digelar Selasa (10/9/2019).

"Iya (tanggapan dari KPK), sesuai agenda penundaan sidang pekan kemarin, sidang PK digelar kembali," kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat dikonfirmasi, Senin (9/9/2019).

Dalam permohonan PK, penasihat hukum Novanto, Maqdir Ismail menyampaikan ada 5 bukti baru atau novum yang menjadi salah satu pertimbangan Novanto mengajukan PK.

Baca juga: Kasus E-KTP, KPK Panggil Putra Setya Novanto, Rheza Herwindo

Yaitu, tiga surat permohonan sebagai justice collaborator dari keponakan Novanto bernama Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Ketiga surat itu, menurut Maqdir, menyebut tidak ada fakta bahwa Novanto menerima uang terkait pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.

Novum keempat adalah rekening koran Bank OCBC Singapura North Branch nomor 503-146516-301 periode tanggal 1 Januari 2014 sampai 31 Januari 2014 atas nama Multicom Investment, Pte, Ltd, perusahaan milik Anang Sugiana Sudihardjo.

"Membuktikan bahwa Pemohon PK tidak pernah menerima uang sebesar 2 juta dollar AS yang dikatakan berasal dari Anang Sugiana Sudihardjo melalui Made Oka Masagung," ujar Maqdir saat membacakan permohonan PK Rabu pekan lalu.

Kemudian, novum kelima merupakan keterangan tertulis agen Biro Federal Investigasi AS, Jonathan Holden tanggal 9 November 2017 dalam perkara United States of America melawan 1485 Green Trees Road, Orono, Minnesota dan kawan-kawan.

Dalam dokumen PK setebal 180 halaman itu, Maqdir bersama tim penasihat hukumnya juga menilai putusan terhadap kliennya terkesan bertentangan dengan putusan sejumlah terdakwa kasus korupsi e-KTP sebelumnya.

Baca juga: KPK Siap Hadapi PK yang Diajukan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP

Beberapa yang disoroti penasihat hukum adalah pertentangan pertimbangan soal jumlah dan penerima fee; penerimaan jam tangan merek Richard Millie; jumlah fee yang diterima Novanto dari pengusaha Made Oka Masagung; pihak yang menyerahkan uang ke KPK; dan kualifikasi kawan peserta dalam penyertaan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tim penasihat hukum juga menilai ada kekhilafan hakim dan atau kekeliruan yang nyata. Setidaknya Maqdir memaparkan ada 19 poin terkait hal tersebut.

Misalnya menyangkut adanya kekhilafan hakim dalam mempertimbangkan dakwaan dan menyusun putusan; terkait kesepakatan pemberian fee; rapat kerja Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri dan persetujuan anggaran e-KTP Tahun 2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com