Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Bamsoet Sarankan Kementerian ESDM Dukung Pengusaha Tambang Nasional

Kompas.com - 02/09/2019, 20:48 WIB
Alek Kurniawan

Penulis

KOMPAS.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih sensitif lagi dalam mendukung kelangsungan pengusaha tambang nasional.

Ia menyarankan untuk jangan sampai karena kebijakan yang terburu-buru, malah menyebabkan kerugian besar bagi pengusaha nasional.

Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menilai Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 yang memuat ketentuan pelarangan ekspor bijih nikel kadar rendah yang akan dilakukan mulai 2022 masih relevan diberlakukan.

Baca juga: Bamsoet: Foto Bisa Buat Berita Jadi Lebih Terpercaya

"Sebagaimana disampaikan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), bahwa dari sisi pengusaha tambang nasional, mereka masih membutuhkan kuota ekspor sampai 2022, sesuai PP No. 1/2017," ujar Bamsoet melalui keterangan tertulis, Senin (2/9/19).

Menyambut aspirasi mereka, DPR RI pun akan segera mengirim surat kepada Kementerian ESDM sebagai respons atas penjelasan Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara yang akan menghentikan insentif ekspor nikel bagi pembangun smelter per tanggal 1 Januari 2020.Dari perhitungan APNI, apabila pelarangan ekspor tersebut dipercepat akan ada potensi kehilangan penerimaan negara dari ekspor sebesar 191 juta dollar Amerika.

"DPR RI melalui Komisi XI akan mendalami hal ini, karena menyangkut potensi penerimaan negara," tutur Bamsoet.

Taksiran kerugian

Selain menghilangkan potensi penerimaan negara dari ekspor, Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey menambahkan akan ada potensi kerugian terhadap pengusaha tambang nasional yang sedang progres membangun 16 smelter. Kerugian yang ditaksir mencapai Rp 50 triliun.

"Progres pembangunan 16 smelter sudah 30 persen. Target kami selesai pada 2022 sesuai PP No. 1 Tahun 2017," jelas Meidy Katrin Lengkey.

Modal pembangunan tersebut salah satunya didapat dari keuntungan mengekspor nikel.

Jika pelarangan ekspor dipercepat, pembangunan smelter tidak bisa dilanjutkan. Akibatnya, sekitar 15.000 tenaga kerja lokal yang berada di 16 smelter bisa jadi dirumahkan.

Baca juga: Bamsoet Ajak Kaum Muda Bela Negara

Tidak beroperasinya 16 smelter di tahun 2022 juga membuat negara kehilangan potensi penerimaan mencapai 261,273 juta dollar Amerika per tahun dari output produk smelter berupa NPI/FeNi.

Lebih jauh, APNI menuturkan saat ini mereka juga tak bisa menjual bijih nikel ke investor asing yang membangun smelter di dalam negeri.

Pasalnya, selisih harganya yang sangat rendah dibanding ekspor. Sebagai gambaran, harga wet metric ton (WMT) free on board Tongkang (lokal) bijih nikel kadar Ni 1,7 persen sebesar 15 dollar Amerika.

Sedangkan harga free on board vessel (expor) sebesar 35 dollar Amerika. Jika dijual di market domestik, APNI mengaku rugi karena cost produksinya saja mencapai 16,57 dollar Amerika WMT, diluar biaya perizinan, pembangunan sarana, PPN, dan lainnya.

"Selain itu para investor asing yang memiliki smelter di Indonesia menggunakan surveyor yang tidak ditetapkan oleh pemerintah, yaitu Intertek," terang Meidy.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com