JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla sepakat dengan usulan penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen terbatas UUD 1945.
"Kalau hanya GBHN, secara prinsip itu bagus. Asal jangan merubah seluruh sistem lagi," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
GBHN memang diperlukan untuk dijadikan patokan utama pembangunan nasional. Dengan demikian, apa yang dicanangkan oleh para pemerintah daerah dan pusat terintegrasi dan dapat mencapai target pembangunan.
Baca juga: Menkuham Sebut Partai-partai Sepakat Amandemen UUD Terbatas pada GBHN
Kalla menambahkan, kini sudah ada patokan perencanaan dan pembangunan berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Namun apabila ada GBHN, maka pembangunan akan lebih terintegrasi.
Hanya, ia meminta efek dari penghidupan kembali GBHN harus dikaji ulang. Sebab dengan dihidupkannya GBHN, MPR akan menjadi lembaga negara tertinggi.
Hal itu, kata Kalla, akan membawa dampak pada sistem ketatanegaraan di Indonesia nantinya.
"Yang benar harus dikaji, bagaimana ini tidak menyebabkan masalah-masalah perubahan di struktur kenegaraan," lanjut Kalla.
Diberitakan, usul supaya GBHN dihidupkan kembali salah satunya dilontarkan PDI Perjuangan. Dalam Kongres V di Bali, Sabtu (10/8/2019) lalu, PDI-P merekomendasikan amandemen terbatas 1945.
Dalam amandemen itu, menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan demikian, MPR memiliki wewenang dalam menetapkan GBHN sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan.
"Kita memerlukan Garis Besar Haluan Negara atau pola pembangunan semesta berencana," kata Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui seusai kongres.
"Ini yang akan kami dialogkan bersama. Tetapi sebagai keputusan kongres, kami taat pada putusan itu," lanjut dia.
Baca juga: MPR: Masyarakat Ingin Arah Pembangunan Kembali Ke GBHN
Kendati MPR menjadi lembaga tertinggi negara, lanjut Hasto, partainya tidak merekomendasikan adanya perubahan sistem pada pemilihan presiden dan wakil presiden. Pilpres harus tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Pada era Orde Baru, MPR merupakan lembaga tertinggi negara serta memiliki kewenangan memilih presiden dan wakil presiden.
"Kita ini tetap mengikuti rezim kedaulatan rakyat di mana rakyat berdaulat untuk menentukan pemimpinnya. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat," kata Hasto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.