JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi memburu S alias Daniel alias Chaniago, petinggi kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Indonesia.
"Yang bersangkutan sudah diterbitkan DPO oleh Densus 88 sebagai mastermind (otak), saat ini yang bersangkutan diduga berada di satu wilayah di Khurasan, Afghanistan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019).
S merupakan otak atau mastermind yang menggerakkan anggota kelompok JAD Indonesia, sekaligus sebagai penyandang dana.
Baca juga: Polisi: Ada Aliran Dana ke JAD Indonesia dari 5 Negara
S menginstruksikan terduga teroris N untuk memberikan uang kepada Mujahidin Indonesia Timur (MIT). N ditangkap di Berok Nipah, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Kamis (18/7/2019) lalu.
Selain itu, S diduga menginstruksikan Abu Saidah untuk memberikan uang dari S kepada terduga teroris N. Uang itu digunakan untuk kebutuhan perakitan bom.
Selain itu, S juga berperan mendanai dua terduga pelaku bom bunuh diri di gereja Katolik Pulau Jolo, Filipina, pada 27 Januari 2019.
Inisial kedua pelaku itu adalah RRZ dan UHS yang merupakan anggota JAD Makassar. Mereka adalah pasangan suami-istri.
"Karena mengetahui rencana aksi tersebut dan sudah memberikan dana untuk 2 tersangka ke Filipina dari Makassar," ucapnya.
Kedua terduga pelaku mendapatkan dana dari S melalui terduga teroris AB dan Y. AB merupakan WNI asal Makassar, yang diduga berada di Filipina Selatan. AB berperan untuk mengatur kepergian dua terduga pelaku.
Sementara itu, Y yang merupakan anggota JAD Kalimantan Timur diamankan di Malaysia pada awal Juni 2019. Y diduga sebagai penghubung antara Indonesia dan Filipina.
Baca juga: Polri Sebut 2 Terduga Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Dibiayai Pendana JAD Indonesia
Kemudian, S diduga mengatur keberangkatan MA dan 11 WNI lainnya untuk berangkat ke Khurasan. MA telah dideportasi dari Bangkok, Thailand, pada 13 Juni, kemudian diciduk aparat di Bandara Kualanamu, Medan.
Polri pun akan bekerja sama dengan kepolisian dari negara lain untuk mengungkap jaringan tersebut.
"Densus 88 bekerja dengan beberapa kepolisian seperti PDRM, kepolisian Filipina, Afganistan, termasuk beberapa negara lain seperti AFP, Amerika Serikat, dan sebagainya," tutur Dedi.