JAKARTA, KOMPAS.com — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan keprihatinannya atas peristiwa yang menimpa Baiq Nuril Maknum, mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram yang menjadi terpidana dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril sehingga ia akan dieksekusi dengan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta dengan subsider 3 bulan penjara.
"Tanpa bermaksud mengomentari putusan lembaga peradilan, saya prihatin dan turut sedih terhadap yang menimpa Baiq Nuril. Bak pepatah 'sudah jatuh ketimpa tangga', sudah mendapatkan perlakuan tidak patut, lalu dipenjara," ujar Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan Robikin Emhas melalui keterangam tertulis, Jumat (5/7/2019).
Baca juga: PK Baiq Nuril Ditolak MA, Presiden Jokowi Didesak Berikan Amnesti
PBNU, lanjut Robikin, tidak ingin mengintervensi proses hukum. PBNU berharap peristiwa hukum yang menimpa Baiq Nuril adalah yang terakhir kali.
"Apa boleh buat, sekarang nasi telah menjadi bubur. Baiq Nuril kini merasa telah dikriminalisasi. Baiq Nuril berharap, ini merupakan peristiwa kriminalisasi yang terakhir. Harapan seperti itu juga merupakan harapan kita semua," ujar Robikin.
Ke depan, Robikin menilai, proses hukum semestinya dapat mengakomodasi rasa keadilan yang hidup di tengah masyarakat sehingga unsur living law menjadi elemen penting dalam setiap proses penegakan hukum pidana.
Berkaca dari peristiwa Baiq Nuril, PBNU pun mendorong kedaulatan hukum terus dilakukan agar hukum tidak terkesan tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
Baca juga: PK Ditolak MA, Baiq Nuril Terancam Dipenjara Lagi Selama 6 Bulan
"Agar keadilan tidak dianggap sebagai komoditas yang hanya sanggup diakses kalangan terbatas. Supaya justice for all jadi suatu yang niscaya dalam kehidupan yang lumrah," kata Robikin.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Mataram sempat membebaskan Nuril pada 2017. Namun, jaksa mengajukan kasasi.
MA mengabulkan kasasi dengan menghukum Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 3 bulan penjara. Baiq Nuril lalu mengajukan peninjauan kembali. Namun, MA menolaknya. Setelah PK ditolak, Baiq Nuril akan dieksekusi dengan hukuman itu.
Hakim MA menilai hukuman itu dijatuhkan pada Nuril lantaran telah merekam percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram H Muslim. Perbuatan Nuril dinilai membuat keluarga besar Muslim menanggung malu.