Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal 2 RUU KUHP Dinilai Berpotensi Jadi Celah Praktik Diskriminatif

Kompas.com - 02/07/2019, 14:53 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi Muhamad Isnur mengkritik ketentuan Pasal 2 Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dinilai menyimpang dari asas legalitas.

Berdasarkan draf RUU KUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, Pasal 2 berbunyi, "Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksuda pada ayat 1 (satu) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab".

Baca juga: RUU PKS Memuat Hal yang Tak Diatur KUHP, Bukan Mengatur Cara Berpakaian

"Hukum yang hidup dalam masyarakat yang tidak diatur dalam KUHP menurut Pasal 2 ini tetap berlaku. Ini artinya menyimpangi asas legalitas," ujar Isnur saat dihubungi, Selasa (2/7/2019).

Menurut Isnur, ketentuan pasal tersebut membuka celah penerapan peraturan daerah yang cenderung diskriminatif.

Pasal ini juga pernah dipersoalkan Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

Staf advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Sekar Banjaran Aji mengatakan ketentuan pasal 2 RKUHP sangat berkaitan erat dengan penerbitan Peraturan Daerah (Perda).

Dikhawatirkan pengaturan yang tidak ketat dapat memunculkan Perda yang bersifat diskriminatif terhadap kelompok tertentu.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, terdapat 460 Perda yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Selain itu, ada 45 Perda yang mendiskriminasi kelompok minoritas dan kelompok dengan orientasi seksual berbeda.

Baca juga: KUHP Dinilai Tak Beri Definisi Jelas soal Makar

Keberadaan perda diskriminatif dinilai memunculkan sentimen negatif hingga tindakan kekerasan terhadap kelompok perempuan dan minoritas.

"Meskipun dikatakan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, HAM dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab, ketentuan ini telah membuka celah penerapan hukum seperti yang terlihat dalam perda-perda diskriminatif saat ini," kata Isnur.

Kompas TV Polisi menangkap pria yang mengancam Presiden Joko Widodo lewat video yang viral di media sosial. Pelaku berinisial HS ini dijerat dengan pasal 104 KUHP tentang makar dan terancam hukuman 20 tahun penjara. Lebih lengkap soal penangkapan tersangka pengancam Presiden Jokowi akan ditanyakan langsung kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono. #PenghinaJokowi #PengancamJokowi #PresidenJokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com