JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Andi Komara mengatakaan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) memuat hal-hal yang tidak diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"RUU PKS mengatur jenis-jenis kekerasan seksual yang tidak diatur RUU PKS, seperti perbudakan seksual, eksploitasi seksual dan juga pemaksaan perkawinan," kata Andi di Jakarta, Selasa (12/2/2019), dikutip dari Antara.
Andi mengatakan tidak hanya itu, RUU PKS tidak hanya mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, tetapi juga mengatur pencegahaan kekerasan seksual.
Baca juga: Ketua DPR: Terlalu Prematur kalau RUU PKS Ditolak
RUU PKS yang mengacu pada pengalaman para korban kekerasa seksual tersebut juga mengutamakan hak-hak terhadap korban yang selama ini kerap diabaikan.
"Dari pengalaman saya mendampingi korban kekerasan seksual memang sangat sulit, pasti polisi bilang kejadian tersebut suka sama suka. Terus ditanya kenapa nggak langsung lapor? Mana mungkin korban bisa langsung lapor, kan ini terkait kesiapan mental. Orang yang baru diperkosa kan pasti trauma, butuh keberanian untuk melapor," kata dia.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Pemerintah Hilangkan 100 Pasal di RUU PKS
Mengenai ada pihak yang menuduh RUU tersebut prozina, menurut dia, itu tuduhan yang tidak berdasar.
Dia menduga ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan informasi yang salah kepada publik, seperti "jika orang tua menyuruh anak menggunakan jilbab tetapi anak tidak mau, orang tua dapat dipenjara".
"RUU PKS sama sekali tidak mengatur masalah pakaian, bisa dibaca satu per satu pasal di draf RUU PKS. Naskah yang asli ada di situs resmi DPR," kata dia.
Baca juga: Ini Poin Penting RUU PKS Menurut Penggagasnya
Dia pun menyayangkan ada partai yang menolak RUU PKS di tengah jalan.
"Harusnya Fraksi-PKS kalau menolak ya dari awal, kenapa ini sudah masuk prolegnas baru menolak," kata dia.