Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD Sebut Tak Semua Ketentuan Pidana Diatur KUHP

Kompas.com - 25/06/2018, 14:43 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Mahfud MD tak setuju jika pasal-pasal korupsi menjadi bagian dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Ia mengakui secara teori keberadaan RKUHP merupakan wujud kodifikasi seluruh ketentuan pidana.

Namun dalam praktiknya, kata Mahfud, tidak semua ketentuan tindak pidana bisa dimasukkan ke dalam KUHP.

Menurut dia, tindak pidana khusus harus ditempatkan secara terpisah mengingat modus kejahatannya juga terus berkembang seiring waktu.

Baca juga: Jokowi Segera Bertemu Pimpinan KPK Bahas Polemik RKUHP

"Karena apa? kebutuhan hukum itu selalu berkembang, pasti ada yang di luarnya, yang harus selalu direspons, sehingga hukum itu harus responsif terhadap perkembangan masyarakat," kata Mahfud usai memberikan ceramah keagamaan dan kebangsaan kepada jajaran pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (25/6/2018).

"Tindak pidana korupsi bisa dianggap yang secara khusus itu, perlu diberi wewenang khusus, dan itu bagian dari politik hukum nasional. Jangan dikatakan politik hukum nasional itu harus kodifikasi, tidak," sambung Mahfud.

Menurut Mahfud, ketentuan tindak pidana korupsi yang bersifat khusus pada dasarnya untuk menjamin proses hukum kejahatan korupsi bisa berjalan dengan baik seiring perkembangan waktu.

"Pokoknya KPK jangan sampai mati, dan keberadaan KPK itu sama sekali tidak melanggar politik hukum, tidak melanggar konstitusi," kata dia.

Mahfud menilai KPK sudah menjadi lembaga penegak hukum yang efektif dan dipercaya masyarakat dalam penanganan kejahatan korupsi.

Sehingga, ia berharap berbagai perbaikan terhadap KPK harus ditempatkan secara proporsional untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai pasal-pasal korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menciptakan ketidakpastian hukum dalam penanganan kasus korupsi.

Ia berharap pasal-pasal korupsi dan tindak pidana khusus lainnya tidak jadi bagian dari RKUHP.

Ia mencontohkan, dualisme RKUHP dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tak hanya membuat KPK mengalami kesulitan dalam menuntaskan perkara korupsi, melainkan juga Kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Baca juga: KPK Siap Jelaskan ke Presiden soal Sikap Tolak Pasal Tipikor di RKUHP

"Ini juga yang harus diwaspadai oleh Polisi dan Kejaksaan yang menyidik kasus korupsi. Ada dua undang-undang yang berlaku dan ancaman pidananya berbeda. Akhirnya apa? Kita, polisi dan jaksa bingung pakai pasal mana. Tolong janganlah kita sengaja menciptakan ketidakpastian hukum," kata Laode dalam diskusi Implikasi Kodifikasi terhadap Kejahatan Luar Biasa dan Terorganisir dalam RKUHP di gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Laode juga melihat jika sejumlah tindak pidana khusus dimasukkan dalam RKUHP, akan membuat agenda penuntasan perkara yang dibangun lembaga khusus seperti KPK, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Komnas HAM menjadi terganggu.

"Kami melihat dalam draf RKUHP banyak hal yang membuat kami agak kaget. Kalau dimasukkan akan masuk ke pola kerja lembaga, membuat bagaimana sebenarnya peran kita ke depan. Enggak dijelaskan dengan baik," ujar dia.

Ia menyarankan, seharusnya Pemerintah dan DPR merevisi UU Tipikor yang lebih akomodatif dan mampu menjawab tantangan perkembangan modus kejahatan korupsi. Laode menganggap keberadaan pasal korupsi dalam RKUHP menghilangkan sifat khusus tindak pidana korupsi.

Kompas TV Ketua KPK Agus Rahardjo berencana menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas RUU KUHP yang menurut KPK akan melemahkan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com