JAKARTA, KOMPAS.com - Sama halnya dengan Indonesia, kini di Australia juga tengah terjadi kontestasi politik untuk memperebutkan kekuasaan.
Bukan hanya itu, di negeri Kanguru tersebut pertarungan juga melibatkan dua kubu yang saling berhadap-hadapan.
Kubu pertama adalah Koalisi Liberal-Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri Scott Morisson. Sementara kubu kedua adalah Partai Buruh yang dipimpin oleh Bill Shorten.
Panasnya pertarungan kedua kubu, tulis Kompasianer Kadir Ruslan, sudah terasa sejak tahun lalu.
"Publik disuguhi rivalitas yang sehat dan berkelas yang dibalut pertarungan gagasan syarat data tentang bagaimana negara yang populasinya hanya 1/10 populasi Indonesia itu dikelola," lanjutnya.
Tidak hanya tentang pelajaran yang bisa dipetik dari pemilu di Australia, pada pekan ini Kompasiana juga diramaikan dengan topik jual beli data pribadi hingga prakiraan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024.
Berikut 5 artikel terpopuler di Kompasiana pekan ini:
Jelang pemungutan suara tahun ini, tulis Kompasianer Kadir Ruslan, pertarungan semakin panas dan meruncing antar kedua kubu kontestan pemilu di Australia.
Saling serang agenda ekonomi yang diusung oleh Partai Buruh yang dipimpin oleh Bill Shorten maupun Koalisi Liberal-Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri Scott Morisson semakin panas dan meruncing.
Scott Morison berulangkali menyampaikan, di setiap tempat yang dikunjungi, bahwa Partai Buruh terbukti kerap gagal dalam mengelola anggaran negara. Selalu defisit.
"Berbeda dengan pemerintahan Koalisi yang berhasil menjaga anggaran tetap surplus dalam beberapa tahun terakhir," lanjut Kompasianer Kadir Ruslan.
Akan tetapi, betapapun keras dan panasnya pertarungan, tak ada satupun orang yang dipolisikan. Alhasil, polisi Australia bisa fokus kepada tugas pokoknya: memberikan rasa aman kepada masyarakat. (Baca selengkapnya)
Donald Trump adalah pribadi yang unik, tulis Kompasianer Ronald Wan, kalau tidak bisa dikatakan sangat berbeda. Pasalnya Donald Trump kerap kali menggunakan Twitter untuk mengumumkan sebuah kebijakan membuat semua orang harus menyesuaikan diri.
Tetapi yang kini tengah hangat menjadi perbincangan adalah ketika Donald Trump percaya bahwa penerapan tarif atas barang impor eks-China akan dibayar oleh China dan akan menguntungkan AS.
Namun, yang sebenarnya terjadi bahwa semua tarif impor dibayar oleh konsumen negara yang mengimpor.