Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adian Napitupulu: Kita Tidak Boleh Biarkan Kembali ke Orde Baru

Kompas.com - 12/05/2019, 21:41 WIB
Devina Halim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi PDI Perjuangan sekaligus mantan aktivis Adian Napitupulu, menanggapi kondisi reformasi saat ini.

Menurut dia, reformasi memang masih memiliki kekurangan dan kelemahan.

"Reformasi itu tidak sempurna, punya kekurangan, punya kelemahan dan sebagainya, makanya prosesnya tidak boleh berhenti," kata Adian usai berziarah ke makam empat mahasiswa yang menjadi korban Tragedi Trisakti, di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Minggu (12/5/2019).

Ziarah tersebut bertepatan dengan peringatan 21 tahun Tragedi Trisakti yang terjadi pada 12 Mei 1998.

Baca juga: 21 Tahun Tragedi Trisakti, Amnesty Internasional Desak Penyelesaian Kasus

Meski memiliki kelemahan, menurut Adian, reformasi menghasilkan beberapa hal, seperti munculnya partai politik baru serta kebebasan pers.

Namun, Adian berpandangan, tak semua orang belajar dari reformasi tersebut.

Ia menyinggung soal people power yang sebelumnya dilontarkan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais menyikapi hasil Pemilu 2019.

Adian mengaku, tidak ingin bangsa Indonesia kembali seperti zaman Orde Baru.

"Mereka (Prabowo Subianto dan keluarga Cendana) mau menggunakan lagi people power di bulan Mei, bulan di mana 21 tahun lalu kita gunakan people power untuk menjatuhkan mereka. Tapi kita bilang, mereka harus kalah. Untuk alasan apapun, kita tidak boleh biarkan bangsa ini kembali ke masa lalu, cukup korban-korban ini. Tidak boleh ada mahasiwa lagi jadi korban," ujar Adian.

Baca juga: Aktivis Minta Korban Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II Jadi Pahlawan Nasional

Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa tewas dalam penembakan terhadap peserta demonstrasi menentang pemerintahan Soeharto, di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.

Empat mahasiswa tersebut, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.

Sementara itu, dokumentasi Kontras menulis, korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Tragedi Trisakti menjadi simbol dan penanda perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru.

Setelah tragedi itu, perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar, hingga akhirnya memaksa Soeharto untuk mundur pada 21 Mei 1998.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com