Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Tata Negara: Mengubah Konstitusi Terkait Pemindahan Ibu Kota Gampang, asalkan..

Kompas.com - 30/04/2019, 10:14 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai, rencana pemindahan Ibu Kota oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo berdampak pada hukum ketatanegaraan.

Ia menyebutkan, dalam konstitusi, setidaknya ada dua pasal yang menyinggung Ibukota negara.

Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota negara.

Baca juga: Ibu Kota Pindah, Jakarta Tetap Jadi Pusat Bisnis

 

Lalu, ada Pasal 23G ayat (1) yang menegaskan BPK berkedudukan di Ibu Kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

Ketentuan senada ditemukan dalam beberapa undang-undang, yang mengharuskan lembaga tertentu berkedudukan di Ibukota negara.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun saat ditemui di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun saat ditemui di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).

"Implikasi hukumnya ya pasti harus mengubah UU dan konsekuensi lainnya yang telah diatur dalam konstitusi. Contoh, MPR yang harus sidang di Ibu Kota, kalau pindah, ya artinya para anggota MPR harus sidang di kota itu, bukan lagi di Jakarta," ujar Refly kepada Kompas.com, Selasa (30/4/2019).

Baca juga: Tujuh Hal yang Harus Diketahui soal Pemindahan Ibu Kota

 

Dia menjelaskan, jika tidak ada perubahan UU, maka pelantikan presiden dan wakil presiden akan dilakukan di Ibu Kota yang baru. Namun, sebenarnya, pemerintah bisa mengubah UU tersebut agar MPR tetap bisa bersidang di Jakarta.

"Tinggal amandemen aja konstitusinya, ubah UU di pasal yang terkait tersebut. Bisa saja ditambahkan dalam pasal tersebut bahwa sidang bisa dilakukan di Ibu Kota yang baru atau di bekas Ibu Kota," ungkapnya kemudian.

Untuk itu, seperti diungkapkan Refly, pemerintah perlu berkoordinasi dengan DPR terlebih dahulu untuk mengubah UU, cukup mengenai pasal terkait MPR tersebut.

Baca juga: Rencana Pemindahan Ibu Kota, Bagaimana Nasib Jakarta?

 

"Mengubah konstitusi itu sebenarnya gampang kalau ada kesepakatan. Di Ibu Kota yang baru kan belum tentu infrastrukturnya siap, ya sudah di pasal itu tinggal ditambahkan MPR bisa sidang di bekas Ibu Kota," ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke luar pulau Jawa. Hal itu diputuskan Jokowi dalam rapat terbatas terkait pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4/2019).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, awalnya dalam rapat itu ada tiga alternatif yang ditawarkan ke Jokowi.

Baca juga: Maja di Lebak Masuk Calon Ibu Kota Negara, Ini Penjelasan Wagub Banten

Pertama, Ibu Kota tetap di Jakarta tetapi daerah seputaran Istana dan Monas dibuat khusus untuk kantor-kantor pemerintahan, kementerian, dan lembaga.

Sehingga seluruh kawasan pemerintahan berada di satu tempat dan itu menciptakan efisiensi di dalam tugas koordinasi pemerintah.

Baca juga: Soal Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta, Ini Tanggapan BPN

Alternatif kedua, pusat pemerintahan pindah ke luar Jakarta, tetapi masih dalam radius sekitar 50-70 km dari Jakarta.

Alternatif ketiga adalah memindahkan Ibu Kota ke luar pulau Jawa, khususnya mengarah kepada kawasan timur Indonesia.

"Dalam rapat tadi diputuskan, Presiden memilih alternatif ketiga, yaitu memindahkan Ibu Kota ke luar Jawa. Ini barangkali salah satu putusan penting yang dilahirkan hari ini," kata Bambang.

Kompas TV Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyatakan dalam rapat terbatas membahas rencana pemindahan ibu kota negara, Bappenas memberikan 3 alternatif ibukota. Yang pertama ibu kota tetap di Jakarta. Yang kedua dalam radius 50 hingga 70 kilometer dari Jakarta, dan yang ketiga di luar Jawa.<br /> <br /> Dari 3 alternatif tersebut, Presiden Joko Widodo memutuskan memilih alternatif ketiga, yaitu ibu kota negara pindah ke luar Jawa. #pindahibukota #ibukotapindah #jokowi #presidenjokowidodo
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com