JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis mengkhawatirkan hoaks dan disinformasi bisa mengancam integritas Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Sebab, derasnya informasi di dunia maya membuat setiap orang bisa saling memengaruhi satu sama lain. Tak jarang, cara yang ditempuh oleh individu atau kelompok dengan menggunakan hoaks dan disinformasi.
Baca juga: Meski Kubu Prabowo Keberatan, KPU Tak Ubah Komposisi Stasiun TV Penyelenggara Debat
Hal itu disampaikan Viryan dalam Media Briefing Jelang Pemilu di Kaum Jakarta, Rabu (27/3/2019).
"Mungkin tidak ada beda lagi, peran antara opinion leader dengan seseorang yang memiliki media sosial namun berhasil membuat postingan yang itu bisa memberikan halo effect. Tidak ada beda lagi. Maka saat ini, setiap orang bisa saling memengaruhi dan suasana hoaks politik dalam konteks Pemilu semakin tinggi," kata Viryan.
Baca juga: Kubu Prabowo Sampaikan Keberatan soal Stasiun TV Penyelenggara Debat Keempat
Ia menilai hoaks dan disinformasi setidaknya bisa mengancam dua aspek. Pertama, cara pemilih dalam menentukan pilihannya. Menurut Viryan, beberapa negara yang masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan baik, masih bisa terpengaruh dengan hoaks dan disinformasi.
"Terlebih lagi negara kita. Karena inilah, menjadi bagian penting untuk merawat integritas penyelenggaran dan hasil pemilu. Idealnya, para pemilih nantinya tanggal 17 April menggunakan hak pilihnya dengan preferensi memadai, dengan informasi baik dan benar tentang pasangan calon," katanya.
Baca juga: BPN Keberatan terhadap Stasiun TV Penyelenggara Debat Keempat, Ini Langkah KPU
Viryan menekankan pentingnya masyarakat menentukan calon pemimpinnya sesuai rekam jejak, visi, misi hingga program kerja. Ia tak ingin pemilih menjadi irasional dalam memilih akibat hoaks dan disinformasi.
"Contoh sederhana, kalau saya dengan Pak Fritz (Komisioner Bawaslu) ditanya pasti lebih ganteng Bang Fritz, misalnya. Namun, dengan proses tertentu manipulasi informasi dibuat seolah-seolah saya yang lebih baik dari Pak Fritz," papar Viryan.
Baca juga: Wiranto Minta Publik Tak Termakan Isu Upaya Delegitimasi Penyelenggara Pemilu
"Idealnya adalah saya Viryan, misalnya, sebaiknya pemilih mengenal seperti apa adanya saya. Pak Fritz dikenal sebaiknya oleh para pemilih seperti apa adanya Pak Fritz. Informasi baik entah positif campaign, negative campaign itu hal wajar dalam demokrasi," sambungnya.
Kedua, Viryan melihat hoaks dan disinformasi bisa mengancam legitimasi KPU dan Bawaslu sebagai penyelanggara pemilu. Ia memandang hal-hal seperti itu bisa membuat kepercayaan publik terhadap penyelenggara Pemilu menurun.
"Kami ingin menyukseskan Pemilu 2019 yang berintegritas dan berjalan dengan baik, di tengah suasana sejumlah pihak mendorong delegitimasi terhadap penyelenggara pemilu. Hal yang buat kita sebenarnya sederhana ternyata tidaklah sesederhana yang kami bayangkan," kata dia.
Baca juga: Upaya Delegitimasi Penyelenggara Pemilu Sebabkan Kekerasan dan Apatisme
Ia mencontohkan, banyak hoaks dan disinformasi yang seolah-olah mengesankan KPU akan memanipulasi hasil Pemilu 2019 untuk memenangkan kandidat tertentu.
"Seolah tidak tahu hasil pemilu yang dtetapkan berdasarkan rekapitulasi manual itu dianggap berdasarkan rekapitulasi elektronik dan ditentukan hal-hal yang diidentikan dengan manipulasi hasil Pemilu. Ini hal sederhana yang bisa berdampak politis, bisa terus menggerus kepercayaan publik," ujarnya.