JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan lembaganya tidak memiliki kontrak politik dengan kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, setiap presiden memiliki kewajiban untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut.
"Kami tidak punya kontrak politik apapun dengan dua kandidat calon presiden," kata Beka di Media Center Komnas HAM, Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
"Siapapun presidennya punya tanggung jawab untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum selesai," sambung dia.
Hal senada disampaikan Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam. Ia menambahkan, menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat sudah menjadi kewajiban presiden sesuai peraturan yang ada.
"Salah satu substansi penting dalam penegakan hukum Hak Asasi Manusia, UU tahun 2000 yang itu bagian dari sumpah dia untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat," terang Choirul.
Lagipula, katanya, kontrak politik terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM akan merendahkan kedua paslon.
Tidak hanya itu, Choirul menyebut, kontrak politik juga akan merendahkan amanat Komnas HAM.
Oleh karena itu, ia menegaskan sekali lagi bahwa setiap presiden terpilih harus menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Kalau itu berhubungan dengan Komnas HAM, itu juga merendahkan amanat Komnas HAM sendiri yang diberikan oleh Undang-Undang. Sehingga siapapun presidennya, dia punya kewajiban berdasarkan Undang-Undang," jelas Choirul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.