Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Idrus Marham soal Eni Maulani yang Gugup Saat Dijemput KPK

Kompas.com - 02/01/2019, 18:09 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menceritakan momen saat Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih ditangkap tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 13 Juli 2018 silam.

Hal itu ia ceritakan saat diminta jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan penangkapan Eni.

"Waktu itu seingat saya tanggal 13 itu, ada telepon saya bicara dengan Bu Eni ya, pada waktu itu saya mengajak Ibu Eni datang ke rumah saya memang karena anak saya ulang tahun," cerita Idrus dalam persidangan terdakwa Eni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/1/2019).

Selain itu, Idrus juga mengundang Eni untuk mengenalkan seorang kader Golkar yang akan diproyeksikan menjadi calon anggota legislatif.

Baca juga: Samin Tan Mengaku Kenal Eni Maulani Lewat Marcus Mekeng

Mantan Menteri Sosial itu menjelaskan, Eni datang sekitar pukul 14.00 WIB. Pada waktu itu, Eni bersikap normal, menyalami tamu-tamu dan duduk mengikuti rangkaian acara. Idrus mengatakan, dalam acara itu banyak pejabat Kementerian Sosial dan sejumlah kader Golkar.

"Di situ saya sempat seperti biasa ketemu kader Golkar saya berikan warning hati-hati ini masuk tahun politik, Anda mau (jadi) caleg jangan melakukan hal-hal yang diproyeksikan mengganggu Anda. Untuk apa ada uang banyak kalau ada masalah," kata Idrus.

Setelah itu, ia ke ruang kerjanya bertemu dengan seorang kader Golkar yang berasal dari Papua. Sekitar 20 menit ia membicarakan persoalan-persoalan di Papua.

"Tiba-tiba masuk diketuk pintu saya, begitu diketuk ternyata dinda Eni datang dengan agak gugup dia masuk. Saya tanya, 'Ada apa dek?', 'Enggak ada apa-apa, Ini loh ada KPK'," ujar Idrus menirukan ucapan Eni.

"Saya bilang, tidak mungkin ada KPK kalau tidak ada apa-apa, nah di situ Ibu Eni mengatakan, 'Ada Bang, saya pinjam uang. Ya sudah saya bilang, 'Dek, mau pinjam apa, mau apa, kalau ini ada KPK ya langsung mau jelasin di KPK saja'," papar Idrus.

Idrus pun sempat bertemu dengan seorang petugas KPK. Pada waktu itu, petugas tersebut juga mengungkapkan tak ingin mengganggu acara ulang tahun anak Idrus. Mendengar pernyataan itu, Idrus membawa Eni keluar agar dibawa oleh petugas KPK.

"Saya agak kaget di situ. Setelah selesai Eni pergi, orang-orang kan enggak tahu, saya kembali ke teman-teman duduk di meja makan di situ teman-teman berkomentar dua hal pertama untung Ibu Eni tidak bawa uang, kalau bawa uang pasti apapun alasannya Pak Menteri ikut (dibawa)," ujar Idrus.

"Kemudian ada yang mengatakan ya ini Pak Menteri banyak amal. Jadi masih dilindungi. Saya waktu itu belum tahu masalahnya apa," sambungnya.

Usai mendengar cerita Idrus di persidangan. Eni yang duduk bersama tim kuasa hukumnya membenarkan cerita tersebut. Ia mengakui bahwa dirinya kaget dan gugup saat dijemput tim KPK.

Baca juga: Samin Tan Mengaku Tak Pernah Beri Imbalan ke Eni Maulani Saragih

"Karena waktu itu saya minta (uang) Pak Kotjo (Johannes Budisutrisno Kotjo) itu dengan tanda terima dengan kuitansi. Saya kagetnya luar biasa. Saya pikir ini bukan suap tapi ternyata suap dan saya sudah mengakui dalam persidangan bentuk pengakuan salah saya," kata Eni.

Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap Rp 4,7 miliar. Suap tersebut diduga diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Kompas TV Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau 1, Johannes B Kotjo divonis dua tahun dan 8 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.<br /> <br /> Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited ini dinyatakan terbukti memberikan uang senilai Rp 4,7 Miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.<br /> <br /> Suap kepada Eni Maulani Saragih diberikan terkait kesepakatan kontrak kerja sama proyek PLTU Riau 1. Atas putusan hakim ini, terdakwa menyatakan menerima.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com