BARU-BARU ini, saya cuma bisa mengelus dada membaca riuh-rendah postingan media sosial tentang iklan salah satu pasangan capres-cawapres. Ada yang bilang itu melecehkan pekerja lepas lah, enggak ngerti target lah, dan sebagainya.
Saya enggak mau turut mengajukan protes atau pun membela yang diprotes. Ada hal lain dari itu semua yang menggelitik saya—yang sehari-hari bekerja mengolah pesan.
Buat saya, komunikasi adalah kunci. Berubahnya sebuah peradaban berawal dari pesan. Benar salahnya pesan tergantung persepsi kita sebagai penerima menangkapnya. Komunikasi tidak seperti ilmu eksak yang punya rumus dan formula tetap dengan hasil yang selalu pasti.
Komunikasi itu cair. Ada seninya. Tidak semata sains. Mungkin itulah sebabnya, tepat atau tidaknya sebuah komunikasi ditentukan oleh apa yang kita rasa setelah kita menerima sebuah pesan. Kalau logika dan hati kita menolak, itu berarti pesannya enggak tepat bagi kita.
Di komunikasi ada istilah insight. Dalam kamuslengkap.com, insight diartikan sebagai wawasan dan pengetahuan yang dalam. Adapun kamus bahasa Inggris mengartikannya sebagai sebuah kapasitas untuk memperoleh pemahaman intuitif yang akurat pada obyek manusia ataupun benda.
Ditilik dari definisi tersebut, ada beberapa kata yang bisa digarisbawahi, yaitu: wawasan yang dalam, kapasitas, intuisi, dan akurasi.
Artinya, insight itu berat banget syarat-syaratnya. Kalau cuma mengandalkan intuisi ya belum sempurna rukunnya.
Insight itu mesti lengkap berupa intuisi yang akurat atas suatu obyek yang muncul dari wawasan mendalam, hasil dari pemikiran dengan kapasitas mumpuni. Pesan dengan insight yang kuat pasti akan memperoleh simpati, punya ikatan kuat di benak dan hati khalayak.
Sayangnya, bahkan orang iklan pun masih sering salah kaprah memahami insight. Susah membedakan antara insight, fenomena, dan fakta. Saya sendiri termasuk di dalamnya.
Belum pernah saya seumur-umur kerja di iklan berhasil menemukan insight yang membelalakkan mata, logika, bahkan hati.
Mungkin itu pula sebabnya iklan-iklan Indonesia seperti jalan di tempat. Enggak maju-maju. Ikut kompetisi tingkat internasional jarang dapat penghargaan.
Pernah dalam sebuah workshop iklan di event internasional, pembicara menjelaskan apa itu insight. “Sebuah pernyataan, yang benar-benar membalikkan pemikiran kita sebelumnya atas suatu hal. A hidden truth.”
Dia lalu memberi contoh, “Dulu banyak orang berpikir, sesuatu yang kotor itu jorok dan banyak kuman. Tetapi, ada sebuah brand yang membalikkan pemikiran itu menjadi: kotor itu baik; dengan disertai contoh dan penjelasan.”
Balik ke kondisi sekarang, bagaimana cara memperbaikinya sehingga pesan bikinan kita bisa akurat merebut simpati khalayak?
Satu-satunya jalan sebenarnya adalah turun ke jalan. Lakukan observasi mendalam. Market visit kalau istilah marketingnya. Kalau pejabat sekarang membahasakannya dengan blusukan.