JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Jakarta Timur pada Rabu (28/11/2018) lalu, menambah panjang daftar aparat lembaga peradilan yang terjerat kasus korupsi.
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter berpendapat bahwa saat ini pengawasan terhadap hakim dan petugas pengadilan belum efektif, meskipun Mahkamah Agung (MA) telah memberlakukan Perma Nomor 8 Tahun 2016.
Perma itu mengatur tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Menurut Lalola, MA harus membuka ruang bagi KPK untuk terus melakukan penindakan dan penangkapan hakim maupun aparat pengadilan yang diduga melakukan korupsi.
Baca juga: Realisasi Uang Suap untuk Dua Hakim PN Jaksel Diduga Sekitar Rp 650 Juta
"Karena kondisi pengadilan yang darurat, maka perlu ada langkah luar biasa untuk membersihkan praktik mafia hukum di Pengadilan dan sekaligus mengembalikan citra pengadilan di mata publik," ujar Lalola kepada Kompas.com, Senin (3/12/2018).
"MA harus membuka ruang bagi KPK untuk terus melakukan penindakan dan menangkap hakim serta aparat pengadilan yang korup," kata dia.
Lalola mengatakan, tanpa adanya keterbukaan dari MA, perkara korupsi yang melibatkan hakim akan terus terjadi.
Selain itu, lanjut Lalola, MA juga perlu melakukan evaluasi terhadap implementasi Perma No. 8 Tahun 2016.
Hal itu dilakukan agar MA dapat melihat seberapa efektif pelaksanaan Perma dalam mengatasi persoalan korupsi.
Upaya lain yang perlu dilakukan oleh MA adalah melakukan penilaian ulang terhadap seluruh Ketua Pengadilan sebagai ujung tombak pengawasan di pengadilan.
"Memastikan bahwa Ketua Pengadilan merupakan sosok yang berintegritas dan tidak pernah memiliki persoalan di masa lalu adalah hal penting untuk menjamin Perma 8 Tahun 2016 dapat secara efektif berjalan," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan KPK menangkap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan. Selain itu KPK juga menangkap panitera pengganti PN Jakarta Timur Muhammad Ramadhan.
Iswahyu, Irwan dan Ramadhan diduga menerima suap untuk kepengurusan perkara perdata. Ramadhan diduga menjadi perantara suap.
Perkara yang dimaksud adalah perkara dengan Nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel.
Perkara tersebut didaftarkan pada tanggal 26 Maret 2018 dengan para pihak, yaitu penggugat atas nama Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V Dongen serta turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali.
Baca juga: Ditahan KPK dan Diberhentikan Sementara, 2 Hakim PN Jaksel Masih Terima 50 Persen Gaji
Gugatan perdata tersebut adalah pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR di PN Jakarta Selatan.
Realisasi suap tersebut dalam pecahan uang rupiah senilai Rp 150 juta dan 47.000 dollar Singapura. Namun, yang baru diterima oleh kedua hakim tersebut sekitar Rp 150 juta.
Sementara, 47.000 dollar Singapura yang akan diserahkan melalui Ramadhan terhadap dua hakim itu disita oleh KPK dalam operasi tangkap tangan.
Iswahyu, Irwan, dan Ramadhan saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK.