JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Berkarya menyayangkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang hingga saat ini belum memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI HM Soeharto.
Hal itu disampaikan Ketua DPP Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang melalui siaran persnya, Jumat (9/11/2018).
"Partai Berkarya prihatin atas usulan gelar Pahlawan Nasional pada Presiden ke-2 RI H.M Soeharto yang belum terkabulkan sejak 10 tahun terakhir," ujar Andi.
Menurut dia, usulan partai politik yang pernah mendorong pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kini justru meredup karena adanya kepentingan politik.
Baca juga: Sosok Pahlawan Nasional Abdurrahman Baswedan di Mata Anies Baswedan...
"Ada usulan partai tertentu yang minta agar itu direalisasikan. Tapi kandas di tengah jalan dengan berbagai alasan," ujar Andi.
"Bahkan, partai itu sempat mendudukkan kadernya sebagai Menteri Sosial di mana kementerian tersebut adalah tempat untuk menggodok nama calon pahlawan nasional sebelum ditandatangani Presiden. Karena kepentingan politik, semangat usulan itu redup hingga kini," lanjut dia.
Partai Berkarya menilai, Soeharto berjasa dalam perjuangan mengisi kemerdekaan, pemberantasan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan membangun Indonesia yang makmur selama 32 tahun berkuasa.
Predikat "Bapak Pembangunan", kata Andi, hingga saat ini masih melekat pada diri Soeharto.
"Wacana Trilogi pembangunan, yakni stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan yang dibangunnya saat berkuasa masih terasa hingga saat ini dan tetap dibutuhkan bangsa ini," ujar Andi.
Baca juga: Kakeknya Dianugerahi Pahlawan Nasional, Anies Baswedan Apresiasi Pemerintah
Diketahui, usulan agar pemerintah mengaungerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto telah muncul sejak lama.
Pada 2016, Golkar menggulirkan wacana itu melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Bali.
Namun, usulan itu menuai polemik di publik.
Ada yang berpendapat Soeharto tak memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam huruf b dan d pada Pasal 25 Undang-Undang Nomor 29 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, yakni "memiliki integritas moral dan keteladanan" dan "berkelakuan baik."
Hal ini dikaitkan dengan perkara penyelewengan dana Yayasan Supersemar milik Soeharto beserta keluarganya.
Pemerintah pernah menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.
Sebab, dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disebut disalurkan kepada sejumlah perusahaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.