JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama Satrya Langkun, mengatakan pengembalian aset negara sering terlupakan dalam tindakan memberantas korupsi. Padahal, pemberantasan korupsi tak cukup berhenti saat pelaku ditangkap dan dipenjara.
"Dalam perkara korupsi yang diutamakan bukan hanya memproses orang, menjebloskan ke penjara. Ada yang harus dipikirkan, pengembalian aset, asset recovery-nya," ujar Tama ketika dihubungi, Jumat (12/10/2018).
"Ini yang menurut saya belum menjadi strategi besar pemberantasan korupsi," lanjut dia.
Baca juga: Parpol Dinilai Berwajah Dua soal Pemberantasan Korupsi
Apalagi dalam peraturan yang ada, uang pengganti yang dibebankan kepada pelaku hanya nominal yang mereka nikmati. Akibatnya, terjadi disparitas antara kerugian negara dan jumlah yang dikembalikan sehingga pengembalian aset negara belum maksimal.
"Misalnya ada korupsi pengadaan barang dan jasa, kerugiaannya sampai Rp 40 miliar, tapi pengembaliannya atau uang pengganti hanya Rp 3 miliar, karena itulah yang dinikmati oleh pelaku, tapi kan damage-nya gede banget. Bagaimana recovery-nya," ujar dia.
Menurut dia, pengembalian aset negara melalui upaya pemiskinan koruptor dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah menjerat para pelaku dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang untuk kasus tindak pidana korupsi.
Selain itu, ia juga mendorong agar korporasi tak boleh luput dari proses hukum. Sebab, banyak kasus korupsi yang melibatkan perusahaan, terutama dalam perkara pengadaan barang dan jasa.
"Ini yang menurut saya upaya perampasan aset, korporasi diproses secara hukum, agar dia juga bertanggungjawab secara finansial," kata Tama.
Baca juga: Pemerintahan Jokowi Itu Seolah-olah Tidak Peduli dengan Pemberantasan Korupsi...
Ia mengatakan, upaya tersebut akan membuat pekerjaan penyidik bertambah dan memperlambat proses penanganan perkara.
"Memang tahapannya perlu berkali-kali, harus melewati fase-fase, bagaimana membangun case pencucian uangnya, bagaimana soal korporasinya," ujar dia.
Namun, ia tetap berharap upaya-upaya tersebut dilakukan agar sekaligus memberi efek jera bagi para koruptor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.