JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengkritik inkonsistensi partai dalam memperjuangkan semangat antikorupsi. Salah satunya terkait polemik mantan narapidana korupsi yang menjadi bakal calon legislatif.
Pasalnya, kata Donal, parpol seringkali menyerukan semangat antikorupsi, namun di sisi lain cenderung permisif terhadap bacaleg mantan narapidana korupsi.
"Partai ini wajahnya ambigu, di depan kamera mereka sebut pro antikorupsi, tapi di belakang lain. Jadi itu wajahnya. Dua wajah partai," kata Donal dalam diskusi publik bertajuk Membedah Praktik Korupsi Massal di Parlemen, di DPP PSI, Jakarta, Senin (10/9/2018).
Baca juga: Fakta Terbaru Korupsi Massal DPRD Kota Malang, 40 Anggota Dewan Pengganti Dilantik
Padahal Donal melihat, perdebatan bacaleg mantan napi korupsi tak akan jadi polemik jika seluruh parpol sepakat tidak mengusung eks koruptor sebagai caleg.
"Saya melihat akarnya (perubahan) di parpol. Perdebatan caleg mantan napi korupsi itu tidak akan jadi polemik kalau parpol membangun konsesus bersama partai membangun wacana itu (tak mengusung bacaleg dari mantan napi korupsi)," kata dia.
Ia juga menilai perdebatan itu membuat upaya perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia ikut terhambat.
Di sisi lain, Donal menekankan pentingnya reformasi partai, khususnya menyangkut kaderisasi. Ia menilai kaderisasi parpol yang bermasalah bisa membuka celah kejahatan korupsi.
Baca juga: Cegah Korupsi Massal, Presiden Diharap Perkuat E-Government di Daerah
Sebab, kaderisasi yang lemah, dinilainya menimbulkan budaya permisif ketika para anggota parpol yang ada di tingkat eksekutif dan legislatif terlibat dalam kejahatan korupsi.
"Kalau partai dan kandidasinya sudah korup maka yang terjadi memainkan birokrasi. Karena dengan (memainkan birokrasi) itu mereka akan menghasilkan uang," kata dia.