JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menolak gugatan sengketa Nomor 036/PS.REG/BAWASLU/IX/2018 atas nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO).
Oesman Sapta menggugat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mencoretnya dari Daftar Calon Tetap (DCT) caleg DPD.
Kuasa hukum OSO, Herman Kadir menyatakan kecewa dengan putusan Bawaslu yang menolak permohonan gugatan kliennya.
“Jadi kami cukup kecewa dengan putusan Bawaslu karena apa? Tidak mempertimbangkan saksi ahli kami dan saksi fakta kami,” ujar Herman saat ditemui usai sidang ajudikasi gugatan sengketa di Kantor Bawaslu RI, Kamis (11/10/2018) malam.
Baca juga: Bawaslu Putuskan Oesman Sapta Tetap Tak Bisa Jadi Calon Anggota DPD
Herman mengatakan, pihaknya akan menempuh upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN).
“Insya Allah kami masih memungkinkan masih ada peluang di PTUN,” kata Herman.
Saat ditanya kapan akan mengajukan sengketa pemilu ke PTUN, Herman mengaku akan berkonsultasi dengan Oesman Sapta terlebih dahulu.
“Nanti akan konsultasi dengan Pak OSO-nya kapan dia bersedia. Kami siap akan dibentuk tim hukum lagi,” kata Herman.
Herman mengatakan, dalam gugatan ke PTUN argumen yang diajukan tetap sama, yaitu seharusnya Oesman Sapta tidak dicoret Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu Legislatif 2019.
Baca juga: Soal Status Oesman Sapta, KPU Menunggu Putusan MK
Sebab, putusan MK yang digunakan oleh KPU untuk mencoret OSO dari DCT tidak bisa diberlakukan terhadap Ketua DPD itu.
Alasannya, sejak 19 Juli 2018 OSO telah tercatat sebagai caleg DPD dan masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS). Sementara, putusan MK keluar pada 23 Juli 2018.
Menurut Herman, putusan MK tidak berlaku suru.
“Putusan MK nomor 30 (No. 30/PUU-XVI/2018) tidak berlaku surut karena tidak mungkin karena tahapan pemilu sudah selesai terkecuali putusannya jauh-jauh hari,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, dalam pertimbangannya, majelis hakim Bawaslu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang berisi anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.
Seperti diketahui, aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).