Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Nilai Kasus HAM Masa Lalu Hanya Bisa Diselesaikan di Pengadilan

Kompas.com - 06/08/2018, 17:04 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Choirul Anam menuturkan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu perlu diselesaikan secara yudisial, yaitu melalui pengadilan.

Menurut Choirul Anam, tak ada jalur atau metode lain dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

"Saat ini, sampai detik ini satu-satunya pengaturan undang-undang yang mengatur soal pelanggaran HAM berat pada masa lalu hanyalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 (tentang Pengadilan HAM). Enggak ada yang lain selain itu," ujar Choirul di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (6/8/2018).

"Nah, (dalam) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tersebut, satu-satunya mekanisme yang mengatur adalah soal mekanisme yudisial, enggak ada mekanisme yang lain. Nah dalam kerangka tersebutlah Komnas HAM bekerja," kata dia.

Baca juga: Pilih Jalur Non-Yudisial, Pemerintah Ingin Penyelesaian Kasus HAM Tanpa Masalah Baru

Berdasarkan UU Pengadilan HAM tersebut, menurut Anam, Komnas HAM hanya memiliki fungsi penyelidikan.

Dengan bukti permulaan yang ada, kesimpulan hasil penyelidikan diserahkan kepada Jaksa Agung untuk dilanjutkan menuju proses penyidikan.

Choiril mengatakan, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM yang ditunjuk oleh amanat undang-undang. Komnas HAM juga telah menyampaikan berkas perkara pelanggaran kasus HAM masa lalu ke Kejaksaan Agung sebagai penyidik.

Sembilan kasus tersebut di antaranya adalah Tragedi 1965-1966, Penembakan Misterius atau Petrus, Peristiwa Talangsari, Penembakan Semanggi 1 dan Semanggi 2, juga kasus di Aceh dan Papua.

Karena itu, Komnas HAM mempertanyakan jika Jaksa Agung Muhammad Prasetyo setuju dengan mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar pengadilan.

"Makanya kalau Jaksa Agung ngomong begitu (kurangnya bukti dalam penuntasan pelanggaran HAM berat), tolong ditanya, Jaksa Agung sebagai penyidik ataukah sebagai pejabat publik? Kalau sebagai penyidik, harusnya melakukan tindakan penyidikan, bukan statement di publik. Itu kerangka berpikir di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000," tutur Choirul Anam.

Baca juga: Komnas HAM Desak Pemerintah dan Kejaksaan Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu

Lebih lanjut, Choirul meminta Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti dan menguji berkas bukti kasus pelanggaran HAM masa lalu, terutama jika dianggap buktinya kurang kuat.

"Kalau dikatakan apakah berkas bukti dan sebagainya kurang kuat dari Komnas HAM, ya uji, diuji. Diuji ya oleh siapa? Ya oleh penyidikan. Kan penyidikan tidak bergerak sampai saat ini,” ujar Choirul Anam.

Di sisi lain, Choirul mengkritik Pemerintah Indonesia dalam komitmennya menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Indonesia bahkan dinilai kalah dari Kamboja.

“Masak tetangga kita Kamboja bisa menyelesaikan, kok yang katanya di Asia ini kita negara yang demokratis, tetapi untuk HAM, Kamboja lebih maju," tutur Choirul.

Kompas TV Peserta aksi yang rutin berunjuk rasa di depan Istana Kepresidenan Jakarta bertemu Presiden Joko Widodo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com