Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: DPR Salah Tempat Jika Atur Tindak Pidana HAM di RKUHP

Kompas.com - 26/06/2018, 17:48 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menilai upaya DPR tidak tepat jika ingin mengadopsi ketentuan tindak pidana terhadap HAM yang diatur oleh konvensi internasional ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menurut Anam, jika DPR memiliki niat baik, seharusnya tindak pidana terhadap HAM yang diatur di konvensi internasional cukup diadopsi ke dalam UU Pengadilan HAM dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Dengan begitu, sifat kekhususan UU Pengadilan HAM tidak akan hilang.

Baca juga: Komnas HAM: RKUHP Berpotensi Memberangus Sifat Khusus UU Pengadilan HAM

Namun sayangnya, meski UU Pengadilan telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), DPR belum pernah membahasnya hingga saat ini.

"Jadi kalau memang ada niat baik ya sudah, dengan merevisi UU Pengadilan HAM sekaligus juga merevisi UU HAM-nya. jadi itu kelihatan sangat bagus," kata Anam saat dihubungi, Selasa (26/6/2018).

Berdasarkan draf RKUHP per 28 Mei 2018, tindak pidana berat terhadap HAM diatur dalam bab Tindak Pidana Khusus Pasal 680 sampai 683.

Baca juga: Di RKUHP, Berlaku Kadaluwarsa Penuntutan Terkait Tindak Pidana Terhadap HAM

Bentuk pelanggaran HAM yang diatur mencakup genosida, serangan meluas dan sistematis terhadap warga sipil, tindak pidana dalam konflik bersenjata atau perang, dan agresi.

"Memang ada niat baik yang lumayan, tapi salah tempat dan salah momentum," ujar Anam 

Dalam UU Pengadilan HA) memang hanya diatur dua bentuk pelanggaran HAM, yakni genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity).

Kemudian dua bentuk pelanggaran tersebut dimasukkan dalam Bab Tindak Pidana Khusus RKUHP dengan menambahkan kejahatan perang dan agresi.

Baca juga: Konflik dan Pelanggaran HAM, Catatan Kelam 20 Tahun Reformasi

 

Penambahan dua bentuk pelanggaran HAM itu sesuai dengan ketentuan International Criminal Court (ICC) atau sistem pengadilan pidana internasional.

Kendati demikian, Anam menilai pengaturan tindak pidana HAM dalam RKUHP justru akan menyulitkan proses penegakan hukumnya.

Sebab dengan berlakunya RKHUP, maka sifat khusus yang dimiliki UU Pengadilan HAM, seperti asas retroaktif, tidak berlakunya kedaluwarsa dan asas pertanggungjawaban komando, akan hilang.

Baca juga: RKUHP dan Ketidakadilan terhadap Keluarga Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu

Sebelumya, Anggota Tim Panita Kerja (Panja) RKUHP dari DPR, Taufiqulhadi, berpendapat bahwa seharusnya ketentuan tindak pidana terhadap HAM yang diatur oleh konvensi internasional diadopsi ke dalam RKUHP.

Oleh sebab itu, Tim Panja menyepakati masuknya sejumlah pasal tindak pidana berat terhadap HAM masuk dalam bab tindak pidana khusus di RKUHP.

Halaman:


Terkini Lainnya

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com