Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituding Tak Sejalan dengan Amanah Reformasi, Ini Jawaban Jusuf Kalla

Kompas.com - 27/07/2018, 10:36 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah upayanya menjadi pihak terkait dalam uji materi Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak sejalan dengan agenda reformasi.

Diketahui, apabila dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Jusuf Kalla dapat kembali maju sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2019 meskipun sudah pernah menjabat atas jabatan yang sama pada dua periode yang tidak berturut-turut.

"Reformasi, kan, banyak faktornya. Ini justru kami meminta penjelasan ke MK, bagaimana penafsiran ini, (boleh menjabat presiden atau wakil presiden) berturut-turut atau tidak? Ini justru jalurnya demokratis. Apa yang salah?" ujar Kalla dalam wawancara khusus dengan Rosiana Silalahi yang tayang di Kompas TV, Kamis (26/7/2018).

Menurut Kalla, upayanya adalah konstitusional. Upaya itu dinilai lebih baik dibandingkan Kalla mengembangkan opini di publik dan pada akhirnya berujung pada kegaduhan.

"Daripada diskusi di luar macam-macam, ini boleh, ini tidak, lah kita tanya saja MK," ujar Kalla.

Baca juga: Ada Jokowi dan Megawati di Balik Upaya JK untuk Jadi Cawapres Lagi...

Bahkan, Kalla tidak terlalu khawatir dengan penilaian publik yang dapat menghancurkan citranya sebagai negarawan. Sebab, ada yang menilai Kalla penuh ambisi untuk kembali berkuasa.

Bagi politisi senior Partai Golkar itu, manuver apa pun yang berkaitan dengan politik di Indonesia akan selalu menjadi perdebatan publik.

Namun, yang terpenting adalah upaya itu diyakini bukan merupakan ambisi politiknya, melainkan justru demi kepentingan bangsa dan negara.

"Di Indonesia, semua hal diperdebatkan. Saya kira dalam politik itu banyak dinamikanya. Saya tahu banyak kritikan," ucap Kalla.

"Saya tahu banyak yang menolak. Dalam politik itu, tidak ada yang 100 persen orang tiba-tiba aklamasi. Apalagi, banyak kepentingan yang terganggu. Pastilah itu, saya menyadari itu," kata dia.

Baca juga: Pengajuan JK Jadi Pihak Terkait Uji Materi Syarat Cawapres Dipertanyakan

Menurut Kalla, jabatan wakil presiden bukanlah pemegang kekuasaan. Karena itu, ia menilai aneh jika upayanya dikaitkan dengan ambisi untuk berkuasa.

"Wapres itu kan bukan pemegang kekuasaan, yang pegang kekuasaan itu presiden. Baca saja UUD. Ada enggak kekuasaan wapres untuk memegang kekuasaan? Tidak ada. Wapres itu hanya membantu presiden," kata dia.

Sebelumnya, kuasa hukum Wakil Presiden Jusuf Kalla, Irmanputra Sidin, menyatakan, keputusan kliennya untuk menjadi pihak terkait uji materi Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bukan untuk kepentingan pribadi.

Irman mengungkapkan, keputusan Kalla tersebut adalah untuk membantu dalam proses pengajuan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Uji materi UU Pemilu diajukan ke MK oleh Partai Perindo. Uji materi UU tersebut, jika dikabulkan oleh MK, akan memungkinkan Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali maju sebagai wapres dalam Pemilu 2019.

Belakangan, upaya Kalla ini dinilai sebagian pihak tidak sejalan dengan agenda reformasi.

Baca juga: "Kecurigaan bahwa Pak JK Punya Ambisi Kekuasaan Sulit Dihindari"

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut, uji materi itu adalah upaya melemahkan semangat reformasi dan demokrasi.

Sebab, dalam UU Pemilu jelas mengamanatkan masa jabatan presiden dan wakilnya hanya maksimal dua periode.

"Apa yang dilakukan oleh JK itu melemahkan semangat reformasi dan upaya demokratisasi Indonesia. Jadi kalau itu dipaksakan, maka itu menjadi kemunduran demokrasi. Melemahkan semangat reformasi dan mengganggu proses demokratisasi yang sedang berjalan," kata Titi.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com