JAKARTA, KOMPAS.com -Pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kinerja Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tahun 2006, menemukan adanya kekurangan Rp 2 triliun dalam aset yang diserahkan salah satu obligor.
Obligor yang dimaksud adalah Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Namun, temuan itu dianggap tidak ada setelah BPPN menugaskan konsultan asing untuk mengaudit ulang penyerahan aset.
Hal itu dikatakan auditor BPK Arief Agus saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (26/7/2018). Arief bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Kami merujuk ke laporan sebelumnya, di mana pada waktu perhitungan ulang oleh tim pada saat itu, ada kekurangan," ujar Arief kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Pengacara Sjamsul Nursalim Sebut Kasus BLBI Selalu Diributkan Jelang Ganti Pemerintahan
Menurut Arief, BPK awalnya mengaudit jumlah kewajiban pemegang saham BDNI yang seharusnya berjumlah Rp 28 triliun. Namun, dalam audit BPK hanya menemukan Rp 25 triliun.
Saat itu, BPK meminta tanggapan BPPN soal temuan kekurangan itu. Kemudian, BPPN menugaskan jasa konsultan keuangan Ernst and Young (EY) untuk memeriksa. Hasilnya, tidak ada kekurangan dalam penyerahan aset BDNI.
Jaksa KPK I Wayan Riana sempat menanyakan, mengapa BPK langsung menerima hasil pemeriksaan EY soal temuan kekurangan Rp 2 triliun. Namun, Arief tak menjawab dengan tegas alasannya.
Baca juga: Otto Hasibuan: Bagi Saya Sjamsul Nursalim Tidak Butuh SKL BLBI
"Karena akhirnya kami merujuk ke angka itu. Kami menerima angka yang dikeluarkan EY karena mereka bisa berargumentasi," kata Arief.
Dalam persidangan, terungkap bahwa jasa konsultan EY yang ditunjuk oleh BPPN, dibayar oleh pihak Sjamsul Nursalim.
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada BDNI.
Baca juga: Menurut Boediono, Megawati Tak Salah Terbitkan Inpres untuk Penerima BLBI
Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.