Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon Desak KPU dan Pemerintah Cari Solusi soal Polemik Eks Koruptor Jadi Caleg

Kompas.com - 05/06/2018, 15:07 WIB
Reza Jurnaliston,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendesak Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum mencari solusi terkait polemik larangan eks narapidana kasus korupsi mendaftarkan diri jadi calon legislatif (caleg). 

Menurut Fadli, Presiden dan lembaga-lembaga terkait sudah seharusnya berkoordinasi untuk mencari jalan keluar. 

“Harusnya Presiden ikut mencari jalan atau menko terkait mencari jalan supaya ada penyelesaian supaya tidak mengambang gini,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/6/2018).

Baca juga: KPU: Jika PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg Melanggar UU, Keluarkan Perppu

Fadli mengatakan, Menko Polhukam bisa berperan sebagai penengah dalam polemik ini. Selain itu, Fadli meminta KPU dan Kemenkumham duduk bersama menyelesaikan aturan larangan mantan napi korupsi secepatnya.

“Harus segera supaya tidak ada kesimpangsiuran apalagi ini terkait rekrutmen untuk bakal calon legislatif sudah di mulai di banyak partai politik,” kata Fadli.

Di sisi lain, Fadli mengapresiasi putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mencantumkan larangan bagi eks narapidana kasus korupsi jadi caleg. 

PKPU tersebut sudah dikirimkan KPU ke Kementerian Hukum dan HAM untuk disahkan. 

“Semangat dari KPU sendiri merupakan semangat yang bagus karena dengan adanya satu terboosan yang dilakukan ini memberi suatu isyarat bahwa caleg-caleg yang akan maju ini orang-orang yang bisa mempunyai integritas dan seterusnya,” kata Fadli. 

Namun demikian, Fadli mengatakan setiap peraturan yang diterbitkan lembaga negara harus berlandaskan undang-undang. PKPU misalnya, harus mengacu kepada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Ya mestinya semua aturan harus sesuai dengan UU (Undang-Undang Pemilu). Kalau sesuai dengan undang-undang bisa kita jalankan,” ujar Fadli.

Baca juga: KPU Desak Kemenkumham Segera Undangkan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Dengan demikian mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg.

Menurut Fadli jika KPU tak mengacu pada UU dalam penyusunan PKPU dikhawatirkan akan menjadi masalah di masa depan.  

“Saya kira bagus ada payung hukumnya, tapi kalau enggak ada payung hukumnya akan menjadi masalah,” kata dia.

 

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa dirinya tak akan menandatangani draf PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk maju di Pileg 2019.

Sesuai aturan perundangan, PKPU juga perlu ditandangani Kemenkumham agar sah menjadi sebuah perundangan.

Menurut Yasonna, PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Kompas TV KPU memasukkan aturan baru dalam revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com