PADA bulan Mei ini terjadi berbagai kegiatan untuk merayakan dua dekade tumbangnya Orde Baru.
Berbagai eksponen menggelar aneka rupa perhelatan seperti seminar, diskusi, pameran foto, atau kegiatan lainnya untuk mengenang peristiwa politik yang bersejarah bagi perjalanan republik ini, ketika kita memasuki babak politik baru, yaitu era reformasi.
Reformasi sebagai koreksi terhadap rezim Orde Baru telah melahirkan berbagai capain positif. Sebut saja, kebebasan pers, kebebasan berserikat, otonomi daerah, dan liberalisasi politik. Tak heran jika kita dinobatkan sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Baca juga: 20 Tahun Reformasi, Kekerasan Terhadap Jurnalis Masih Terjadi
Namun, harus diakui pula reformasi juga masih memiliki beban sejarah. Masih banyak agenda yang belum terealisasikan, untuk tidak mengatakan terlupakan.
Persolaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kesenjangan, serta kepincangan sosial, kemiskinan, dan tumpukan persoalan lain masih menjadi pekerjaan rumah hingga dua dekade reformasi.
Di wilayah politik, misalnya, berbagai persoalan seolah menjadi penyakit kronis yang sulit memperoleh resep mujarab.
Persoalan buruknya pengelolaan partai politik, maraknya money politic, mewabahnya dinasti politik, dan permasalahan lain adalah potret buram wajah politik dewasa ini.
Romantise Orde Baru
Setelah reformasi berlangsung dua dekade, ada gejala negatif berupa ketidakpuasan atas capain reformasi.
Ketidakpuasan demikian berdampak lahirnya kerinduan romantisme Orde Baru yang kerap dipersepsikan dengan kehidupan yang murah sandang, pangan, papan, tersedianya lapangan kerja, dan lainnya.
Baca juga: Tantangan 20 Tahun Reformasi, dari Kesenjangan hingga Hoaks
Kondisi ini, meski hanya terjadi di sebagian kecil masyarakat, bisa kita lihat dari misalnya gambar, poster, atau meme “isih penak jamanku to?” yang di sampingnya bergambar Soeharto. Meme ini sempat populer dan beredar luas di tengah masyarakat.
Bahkan survei Indobarometer menempatkan Presiden kedua Soeharto sebagai presiden paling berhasil sepanjang sejarah Indonesia berdiri. Hasil survei memperlihatkan Soeharto dipilih oleh 32,9 persen responden.
Sosok proklamator Soekarno menempati posisi kedua sebagai presiden yang paling berhasil di Indonesia, menurut survei yang sama. Hasil survei memperlihatkan Soekarno dipilih oleh 21,3 persen responden.
Adapun, posisi ketiga, keempat, dan kelima ditempati oleh Joko Widodo (17,8 persen), Susilo Bambang Yudhoyono (11,6 persen), dan BJ Habibie (3,5 persen). Di posisi keenam dan ketujuh berturut-turut Abdurrahman Wahid (1,7 persen) dan Megawati Soekarnoputri.
Baca juga: Survei Indo Barometer, Soeharto Dinilai sebagai Presiden Paling Berhasil
Terlepas dari perdebatan yang muncul, hasil survei ini bisa menjadikan warning agar tuntutan agenda reformasi benar-benar segera diwujudkan sekaligus mencegah romantisme Orde Baru meluas.