Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurul Imam
Analis Politik

Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting.

Romantisme Orde Baru Selewat Dua Dekade Reformasi

Kompas.com - 22/05/2018, 19:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA bulan Mei ini terjadi berbagai kegiatan untuk merayakan dua dekade tumbangnya Orde Baru.

Berbagai eksponen menggelar aneka rupa perhelatan seperti seminar, diskusi, pameran foto, atau kegiatan lainnya untuk mengenang peristiwa politik yang bersejarah  bagi perjalanan republik ini, ketika kita memasuki babak politik baru, yaitu era reformasi.

Reformasi sebagai koreksi terhadap rezim Orde Baru telah melahirkan berbagai capain positif. Sebut saja, kebebasan pers, kebebasan berserikat, otonomi daerah, dan liberalisasi politik. Tak heran jika kita dinobatkan sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Baca juga: 20 Tahun Reformasi, Kekerasan Terhadap Jurnalis Masih Terjadi

Namun, harus diakui pula reformasi juga masih memiliki beban sejarah. Masih banyak agenda yang belum terealisasikan, untuk tidak mengatakan terlupakan.

Persolaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kesenjangan, serta kepincangan sosial, kemiskinan, dan tumpukan persoalan lain masih menjadi pekerjaan rumah hingga dua dekade reformasi.

Di wilayah politik, misalnya, berbagai persoalan seolah menjadi penyakit kronis yang sulit memperoleh resep mujarab.

Persoalan buruknya pengelolaan partai politik, maraknya money politic, mewabahnya dinasti politik, dan permasalahan lain adalah potret buram wajah politik dewasa ini.

Romantise Orde Baru

Setelah reformasi berlangsung dua dekade, ada gejala negatif berupa ketidakpuasan atas capain reformasi.

Ketidakpuasan demikian berdampak lahirnya kerinduan romantisme Orde Baru yang kerap dipersepsikan dengan kehidupan yang murah sandang, pangan, papan, tersedianya lapangan kerja, dan lainnya.

Baca juga: Tantangan 20 Tahun Reformasi, dari Kesenjangan hingga Hoaks

Kondisi ini, meski hanya  terjadi di sebagian kecil masyarakat, bisa kita lihat dari misalnya gambar, poster, atau meme “isih penak jamanku to?”  yang di sampingnya bergambar Soeharto. Meme ini sempat populer dan beredar luas di tengah masyarakat.

Bahkan survei Indobarometer menempatkan Presiden kedua Soeharto sebagai presiden paling berhasil sepanjang sejarah Indonesia berdiri. Hasil survei memperlihatkan Soeharto dipilih oleh 32,9 persen responden.

Sosok proklamator Soekarno menempati posisi kedua sebagai presiden yang paling berhasil di Indonesia, menurut survei yang sama. Hasil survei memperlihatkan Soekarno dipilih oleh 21,3 persen responden.

Adapun, posisi ketiga, keempat, dan kelima ditempati oleh Joko Widodo (17,8 persen), Susilo Bambang Yudhoyono (11,6 persen), dan BJ Habibie (3,5 persen). Di posisi keenam dan ketujuh berturut-turut Abdurrahman Wahid (1,7 persen) dan Megawati Soekarnoputri.

Baca juga: Survei Indo Barometer, Soeharto Dinilai sebagai Presiden Paling Berhasil

Terlepas dari perdebatan yang muncul, hasil survei ini bisa menjadikan warning agar tuntutan agenda reformasi benar-benar segera diwujudkan sekaligus mencegah romantisme Orde Baru meluas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com