JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui bahwa pemerintah sulit mengatasi aksi terorisme jika dilakukan dengan cara bunuh diri, salah satunya dengan meledakkan bom.
"Karena semua yang dilakukannya itu tidak wajar, tidak masuk akal. Contohnya bagaimana anak-anak dilibatkan," kata Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Karena itu, kata Kalla, guna menekan paham radikalisme semakin meluas, pemerintah pun telah melakukan upaya deradikalisasi.
Deradikalisasi tersebut dilakukan terhadap para narapidana terorisme dan warga negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Suriah dan Irak.
"Program sudah berjalan. Memang kan ternyata tidak mudah (mendeteksi) apabila orang mau bunuh diri," ujar Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia tersebut.
Baca juga: Wapres Kalla Sebut Tak Ada Negara yang Aman dari Terorisme
Kalla juga mengungkapkan, rentetan aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air, merupakan salah satu imbas dari WNI yang pulang dari Suriah dan Irak dengan membawa paham ISIS.
"Akhirnya pulang semua. Pulang membawa virus, membawa ilmunya, membawa kemauannya yang ditentukan seperti itu," kata Kalla.
Sebelumnya, rangkaian teror terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur. Pada Minggu (13/5/2018) kemarin, ledakan bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Surabaya, yaitu di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Gereja Pantekosta Pusat.
Kemudian, Minggu malam, ledakan juga kembali terjadi di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada Senin pagi (14/5/2018), bom bunuh diri kembali terjadi di depan Markas Polrestabes Surabaya, Jawa Timur.
Total belasan orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka karena aksi terorisme di sejumlah tempat tersebut.
Baca juga: Komnas PA: Bom Bunuh Diri Libatkan Anak Kecil adalah Kejahatan Luar Biasa