JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, riuhnya debat kusir politik dan maraknya hoaks di media sosial merupakan fenomena pendukung fanatik tokoh politik di media sosial. Fenomena tersebut memancing perdebatan antar kubu dan memperparah cara berpolitik masyarakat Indonesia.
"Masalah yang dihadapi bukan sekadar pelaku politiknya saja tapi supporter politiknya juga," ujar Dahnil saat meluncurkan buku berjudul Nalar Politik Rente di Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Gejala tersebut, kata dia, dialami oleh generasi muda Indonesia. Dalam fenomena ini, seseorang terlalu mengidolakan tokoh politik yang disukainya. Apapun perkataan dan perilaku yang dilakukan oleh idolanya akan selalu dianggap benar. Jika tokoh idolanya dikritik di media sosial, sang penggemar justru akan melawan balik dengan keras.
Baca juga : Jelang Pemilu 2019, Masyarakat Jangan Gegabah Sebar Hoaks
"Ada orang yang mati-matian bela Ahok. Ahok salah, Ahok benar pokoknya Ahok benar. Politik kita dipenuhi para fansboy, tiba-tiba ada fansboy Jokowi apapun yang dilakukan Jokowi benar, tiba-tiba semua merasa benar, kita kehilangan nalar sehat," kata dia.
Menurut Dahnil, sikap itu juga memaksa orang-orang yang tak berpihak pada tokoh tertentu untuk berafiliasi.
"Kalau saya enggak sepakat dengan Ahok misalnya, atau Jokowi, saya langsung dibilang fansnya Prabowo. Saya muji Jokowi, dibilang Jokowers," ujar Dahnil.
Selain itu, Dahnil juga menyoroti praktik politik tanpa gagasan. Dahnil menilai masih cukup banyak politisi yang hanya mengandalkan pencitraan tanpa makna demi mengundang perhatian publik. Hal itu membuat karakter publik lebih fokus pada tampilan luar politisi daripada gagasannya.
Baca juga : Jokowi Jadi Imam Sholat di Afghanistan, Fadli Zon Anggap Pencitraan
"Yang dilihat tampilan, dia masuk got apa enggak, dia makai sepatu apa, dia berangkat naik apa. Jangan aneh kalau pemimpin kita tampil seperti pemain sinetron, karena itu yang diinginkan voters. Voters-nya kehilangan akal sehat," ungkapnya.
Dahnil berharap agar cara berpolitik para politisi dan masyarakat dibangun dengan akal sehat. Sebab, Indonesia tak dibangun hanya semata persamaan warna kulit, persamaan nasib dan letak geografis, melainkan juga akal sehat.
"Marilah kita berpolitik dengan akal sehat. Saya orang yang percaya republik ini dibangun karena kita punya nalar yang sehat, istilah Bung Hatta nalar ilmiah," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.