Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Hukuman Mati sebagai Pidana Alternatif dalam RKUHP

Kompas.com - 08/05/2018, 10:23 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR tetap sepakat mengatur soal hukuman mati dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Hanya saja hukuman mati tak lagi masuk sebagai pidana pokok, melainkan pidana alternatif.

Meski demikian ketentuan tersebut tetap mendapatkan kritik dari kalangan masyarakat sipil dan akademisi hukum pidana.

Baca juga: Efek Jera Pidana Mati Dinilai Hanya Berupa Asumsi

Penerapan hukuman mati sebagai pidana alternatif dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai belum bersifat progresif.

 

Mengapa?

Pengajar hukum pidana Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Anugerah Rizki Akbari, menilai, penerapan hukuman mati sebagai pidana alternatif masih setengah hati dan tidak progresif karena ketentuan pidana mati masih diatur dalam RKUHP.

"Penerapan pidana mati ini setengah-setengah, karena dalam rumusan pasal, masih ada. Sebagai alternatif ini menjadi tidak progesif," ujar Rizki saat berbicara dalam diskusi "Membedah Konstruksi Pengaturan Buku I Rancangan KUHP" di Kampus STH Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).

Baca juga: Masih Setengah Hati, Penerapan Hukuman Mati sebagai Pidana Alternatif

Menurut Rizki, jika hukuman mati menjadi pidana alternatif, seharusnya ketentuan tersebut tidak lagi diatur dalam RKUHP.

 

Sementara, dalam pasal 73 draf RKUHP per 2 Februari 2018 menyatakan pidana mati diancamkan secara alternatif terhadap tindak pidana yang bersifat khusus.

Rizki mengatakan, sebagai hukuman alternatif sebaiknya pidana mati tidak perlu lagi dicantumkan dalam RKUHP.

Dengan begitu, aparat penegak hukum dapat memahami bahwa hukuman mati benar-benar menjadi upaya terakhir.

"Seharusnya kalau alternatif berarti dihapuskan sama sekali. Artinya harus benar-benar dihapuskan. Dengan begitu penegak hukum merujuk hukuman mati sebagai pidana alternatif dan benar-benar menjadi upaya terakhir," kata Rizki.

Baca juga: Akademisi: Penerapan Pidana Mati Meningkatkan Kekerasan di Masyarakat

Sementara itu akademisi Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, berpendapat bahwa penerapan hukuman mati dalam RKUHP akan meningkatkan tindak kekerasan di masyarakat.

Menurut Agustinus, dengan adanya ketentuan pidana mati, negara justru telah mengajarkan pada masyarakat bahwa orang yang melakukan kejahatan bisa diambil nyawanya.

Oleh sebab itu, ia tak sepakat jika pemerintah masih menerapkan hukuman mati meski dalam RKUHP dikategorikan sebagai pidana alternatif.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com