Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jusuf Kalla Bisa Jadi Preseden Buruk untuk Demokrasi Indonesia, jika..

Kompas.com - 05/05/2018, 22:58 WIB
Moh Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar masih mempertimbangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk kembali mendampingi Presiden Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli mengatakan, pencalonan kembali Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden justru akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia.

"Tidak bagus untuk demokrasi. Karena tujuan pemilu adalah, salah satunya memberikan pendidikan politik, kedua sirkulasi," kata Lili di Menteng, Jakarta, Sabtu (5/5/2018).

Menurut Lili, sebagai pendidikan politik, maka pemilu harus memberikan pencerdasan, rasionalitas, kemajuan bagi bangsa dan masyarakat.

"Bahwa dalam rangka pemilu banyak pemimpin-pemimpin yang baik," ucap Lili.

 

Baca juga: Bagi PDI-P, Jusuf Kalla Figur Ideal Dampingi Jokowi pada Pilpres 2019

Sedangkan, sebagai sirkulasi, tujuan pemilu adalah melakukan pergantian. Karena itu, dalam demokrasi perlu adanya pembatasan masa kepemimpinan.

"Hukum alam dari kekuasaan kan ingin bertahan, dalam sistem demokrasi dibatasi kekuasaan itu. Harus ada pergantian, makanya pemilu," kata Lili.

Menurut Lili, fenomena saat ini menunjukkan bahwa partai politik hanya berpikir pendek dan tidak mau mencari alternatif lain. Padahal, rakyat punya hak untuk memilih calon pemimpinnya.

"Apakah tidak ada calon-calon yang lain, yang mungkin tidak sebagus Pak Jusuf Kalla atau (bahkan) lebih bagus dari Pak Jusuf Kalla," kata Lili.

Lili menganalisis, ada beberapa alasan mengapa Jusuf Kalla masih didorong untuk mendampingi Jokowi. Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 jelas melarang Jusuf Kalla kembali ikut sebagai cawapres.

Dorongan itu yakni ada kekhawatiran bahwa berdasarkan hitung-hitungan cawapres yang ada tidak memberikan kontribusi terhadap Jokowi. Kekhawatiran lain adalah resistensi masayarakat.

Baca juga: Soal JK Jadi Cawapres Jokowi, PDI-P Tunggu Putusan MK

Menurut Lili, ada kekhawatiran, jika cawapres Jokowi tidak diterima oleh masyarakat, maka hal tersebut adalah sinyal kekalahan terhadap Jokowi pada Pilpres 2019.

"Sebenarnya, elektabilitas Jokowi tinggi. Tapi kemudian karena berkembang di masyarakat ada resistensi bahwa kalau Pak Jokowi harus menyandingkan dari kalangan Islam, dan itu ada di sosok pak Jusuf Kalla," ujar dia.

Karena itu, Lili berharap Mahkamah Konstitusi bisa mengambil keputusan yang tepat atas gugatan pasal tentang syarat pencalonan diri presiden atau wapres di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Saya berharap MK tidak membuat sejarah yang kelam," kata Lili.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com