Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: Vonis 15 Tahun seperti Warisan Kesalahan yang Ditimpakan kepada Novanto

Kompas.com - 04/05/2018, 12:35 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Firman Wijaya, pengacara terpidana kasus korupsi proyek KTP elektronik Setya Novanto mengatakan, Novanto merasa putusan vonis 15 tahun penjara yang diberikan oleh majelis hakim cukup berat.

"Beliau kurang sependapat dengan putusan ini, ya. Ya bagi kami over judgement, ini seperti warisan kesalahan yang ditimpakan kepada Pak Novanto," ujar Firman saat ditemui di depan Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Meskipun demikian, kata Firman, dengan berjiwa besar, kliennya telah menyatakan permohonan maaf dan menunjukkan rasa hormatnya kepada penegak hukum.

Baca juga : Tidak Ajukan Banding, Novanto Beralasan Ingin Tenangkan Diri

Novanto tidak mengajukan banding atas vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Begitu pula jaksa KPK.

"Pak Novanto, sebagai warga negara yang baik sudah menyatakan permohonan maafnya dan sikap hormatnya kepada penegak hukum," kata dia.

Menurut Firman, Novanto juga telah berbesar hati menjalankan kewajibannya untuk dipindah ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Terkait dengan kepindahan Novanto ke Sukamiskin, Firman menuturkan, timnya telah memenuhi berbagai prosedur administratif yang ada.

Baca juga : Kepada KPK, Novanto Serahkan Surat Kesanggupan Bayar Uang Pengganti Sekitar Rp 66 Miliar

Namun demikian, ia menyerahkan sepenuhnya proses administrasi yang ada ke KPK.

"Nah, sebenarnya berharap pagi ini sudah bisa selesai, tapi kita serahkan pada administrasi KPK karena pada jaksa penuntut umum sebenarnya sudah selesai, hanya sekarang tinggal pada kepala rutan dan surat jalan lah, kira-kira itu," kata Firman.

Terkait uang denda dan uang pengganti, Firman menegaskan, denda Rp 500 juta telah dibayar Novanto melalui transfer.

Sedangkan, terkait pengganti sekitar 7,3 juta dollar Amerika Serikat dikurangi uang titipan Rp 5 miliar, pihaknya masih mempelajari putusan yang ada.

"Ya karena itu (uang pengganti) masih jumlah yang belum fix ya, banyak memunculkan spekulasi, saya rasa masih memerlukan kepastian, apalagi menyangkut kurs, ya," katanya.

Baca juga : Setya Novanto: Di Sukamiskin, Saya dari Kos Pindah ke Pesantren

Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Mantan Ketua DPR ini divonis 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Apabila tidak dibayar setelah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita atau dilelang.

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan, yakni mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Majelis hakim sepakat dengan jaksa KPK perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Setya Novanto.

Kompas TV Terpidana korupsi KTP elektronik Setya Novanto meyakini akan ada tersangka baru dalam kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com