JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menegaskan pihaknya dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan terus melakukan pendampingan hukum terhadap Pengajar Fakultas Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Wasis.
Basuki merupakan saksi ahli yang menghitung adanya kerugian negara sebesar Rp 2,7 triliun akibat kegiatan pertambangan nikel yang dilakukan PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Hal itu dikatakan Basuki Wasis saat menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Seperti dikutip dari Kompas.id, Senin (16/4/2018), Basuki Wasis digugat perdata oleh Gubernur Sulawesi Tenggara non-aktif Nur Alam karena pernyataannya tersebut.
"Yang bersangkutan menghadapi gugatan perdata yang harus diproses di pengadilan. Kami berkomitmen bersama LPSK membantu yang bersangkutan bisa memenangkan kasusnya di pengadilan," ujar Agus di kantor LPSK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
(Baca juga: Menurut Ahli, Izin Tambang yang Dikeluarkan Gubernur Sultra Rugikan Negara Rp 2,7 Triliun)
Namun demikian, KPK dan LPSK akan terus berkoordinasi lebih lanjut terkait proses pendampingan kepada Basuki Wasis.
Sementara itu, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menegaskan saksi ahli KPK menjadi salah satu perhatian LPSK.
Abdul mengatakan, LPSK dan KPK tak ingin saksi ahli mendapatkan serangan balik dari para koruptor. Sebab, serangan itu juga akan berdampak pada upaya pemberantasan korupsi secara keseluruhan.
"Ini juga akan melemahkan ahli dan upaya KPK meminta berbagai pihak untuk mendatangkan ahli," kata dia.
(Baca juga: Gubernur Sultra Nur Alam Divonis 12 Tahun Penjara)
Sebelumnya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/2/2018), Basuki mengatakan bahwa dirinya diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meneliti kerusakan lingkungan di area pertambangan nikel PT AHB di Pulau Kabaena. Selain itu, dia juga diminta menghitung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan.
Menurut Basuki, tim peneliti terdiri dari enam orang. Penelitian dilakukan sejak Mei 2016, atau pada saat KPK masih melakukan penyelidikan dalam kasus korupsi Nur Alam.
Dari hasil penelitian, menurut Basuki, terdapat tiga jenis perhitungan. Pertama, total kerugian akibat kerusakan ekologis. Kemudian, kerugian ekonomi lingkungan, dan yang ketiga menghitung biaya pemulihan lingkungan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.