JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 sudah resmi diberi nomor dan tercatat dalam lembaran negara.
Saat ini, UU MD3 tercatat sebagai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Terlepas dari segala polemik, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mempersilakan publik yang tidak setuju dengan UU MD3 untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, sejumlah kelompok dari koalisi masyarakat sipil tidak menyambut baik sikap Yasonna tersebut.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, koalisi masyarakat sipil memang sedang mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan uji materi atas UU MD3 ke MK.
(Baca juga: "Apa Perlu Bikin #ShameOnYouJokowi untuk Desak Perppu MD3?")
Namun, koalisi masih ingin mendorong Presiden Joko Widodo untuk menggunakan wewenang konstitusionalnya.
"Kami memang sedang mempertimbangkan untuk mengajukan judicial review, selain koalisi masyarakat sipil sedang mengumpulkan para pemohon. Namun, memang belum kami putuskan juga untuk memastikan maju judicial review," ujar Veri mewakili koalisi masyarakat sipil kepada Kompas.com, Jumat (16/3/2018).
"Kami ini masih ingin mendorong Presiden Jokowi untuk mengambil sikap. Pilihannya perppu atau revisi terbatas. Enggak susah kok bagi Presiden untuk mengeluarkan perppu atau mendorong revisi terbatas," kata dia.
Menurut Veri, langkah konstitusional Presiden akan lebih memberikan kepastian hukum soal hasil daripada masyarakat berbondong-bondong mengajukan uji materi di MK.
Apalagi, menurut Veri, Ketua MK Arief Hidayat saat ini masih dibelit oleh persoalan etik, terkait intervensi dari lembaga lain.
"Jadi memang harus dihitung betul efektivitasnya dan memastikan terkait konstitusionalnya. Ini bukan hanya soal hukum biasa," ujar Veri.