Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Variabel Ini Dinilai Tentukan Manuver Demokrat pada Pilpres 2019

Kompas.com - 12/03/2018, 13:45 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengungkapkan, ada dua variabel yang bisa menentukan arah Partai Demokrat dalam Pemilihan Presiden 2019.

Pertama, tergantung poros politik mana yang potensi menang Pilpres 2019 lebih besar.

"Kedua, barisan poros mana yang bisa memberikan harga tawar lebih baik terhadap AHY (Agus Harimurti Yudhoyono, Komandan Satuan Tugas Bersama untuk Pilkada dan Pilpres 2019) sebagai ujung tombak saat ini," kata Yunarto kepada Kompas.com, Senin (12/3/2018).

Yunarto mengaku tidak heran ketika pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terkesan mengarah kepada Presiden Joko Widodo.

(Baca juga: Jelang Pemilu, Demokrat Fokus Dongkrak Elektabilitas Partai dan AHY)

Sebab, berbagai survei yang ada menunjukkan elektabilitas Jokowi paling tinggi dan berpeluang besar memenangkan Pilpres 2019.

"Tetapi, itu kan satu variabel. Variabel kedua belum terjawab, apakah poros Jokowi ini jika kemungkinan besar menang bisa memberikan harga yang mahal untuk seorang AHY?," ucap Yunarto.

Variabel tersebut, kata dia, belum bisa dipastikan hingga saat ini. Menurut Yunarto, sosok AHY akan jadi harga tawar yang strategis menentukan manuver Partai Demokrat ke depannya.

Ia melihat Partai Demokrat akan menjadikan AHY sebagai tonggak utama pada Pilpres 2024 mendatang.

Oleh karena itu, posisi tawar AHY sebagai cawapres akan jauh lebih tinggi dan menjadi batu loncatan AHY.

"Menurut saya apa yang ditarget oleh Demokrat sangat realistis, (AHY) bukan ditujukan untuk 2019 melainkan 2024. Sehingga menurut saya, jika AHY dimajukan pada 2019 dan kalah, itu akan menjadi batu loncatan luar biasa pada 2024," ujar Yunarto.

Pria yang akrab disapa Toto ini juga melihat potensi pencalonan AHY pada Pilpres 2019 turut didukung oleh pencalonannya pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Nama AHY menjadi dikenal luas oleh publik dan masuk dalam bursa cawapres.

Tak hanya itu, sosok AHY sebagai cawapres di antara kubu Jokowi dan Prabowo berpeluang menaikkan elektabilitas Partai Demokrat dalam Pemilu 2019 nanti. Oleh karena itu, meskipun tidak memiliki rekam jejak yang kuat, pencalonan AHY sebagai cawapres tidak akan berisiko bagi Demokrat.

"Ketika misalnya AHY menjadi salah satu cawapres dari Jokowi atau Prabowo elektabilitas pasangan itu kan puluhan persen. Dan itu akan mendongkrak elektabilitas partai terlepas menang atau kalah," kata Yunarto.

Di sisi lain, Yunarto berpandangan bahwa hingga saat ini, Partai Demokrat dan SBY masih melakukan 'politik berselancar'. Artinya, Partai Demokrat mengambil sikap berdasarkan arah angin politis ke depannya.

"Masih menjalankan konteks politik dua muka, yang masih bisa menghadap ke arah mana pun, menurut saya itu jadi bagian berselancar," kata Yunarto.

Kompas TV Presiden Joko Widodo hadir dalam pembukaan Rapimnas Partai Demokrat di Sentul International Convention Center Sabtu 10 Maret 2018 kemarin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com