JAKARTA, KOMPAS.com - Pemandangan berbeda terlihat dalam sidang perdana uji materi terhadap Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (8/3/2018).
Ini disebabkan dua anak muda, Zico Leonard Djagardo Sumanjuntak (21) dan Josua Satria Collins (20), duduk di kursi pemohon. Biasanya, para pemohon uji materi di MK diisi oleh para pakar hukum atau advokat yang cukup punya pengalaman.
Zico dan Joshua berasal dari satu almamater yang sama yakni Universitas Indonesia (UI). Zico masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UI. Sementara Joshua sudah menjadi alumnus UI karena baru lulus Februari 2018 lalu.
Kedua anak muda ini punya alasan menyampaikan permohonan uji materi Pasal 122 huruf k UU MD3.
(Baca juga: Zico dan Josua, Dua Anak Muda yang Berani Gugat UU MD3 ke MK)
Pertama, Zico dan Josua merasa Pasal 122 huruf k UU MD3 akan mengekang aktivitasnya. Saat ini, Zico aktif membuat kajian kritis terhadap persoalan hukum di masyarakat.
Zico menyatakan, kajiannya tersebut kerap merupakan kajian kritis yang menyasar DPR sebagai pembuat undang-undang.
Sementara, Josua setelah lulus dari UI sering menulis kajian hukum yang tak jarang mengkritisi DPR. Saat ini, ia aktif sebagai salah anggota lembaga swadaya masyarakat yang fokus terkait dengan permasalahan hukum.
"Kebebasan pemohon untuk berpendapat kritis kepada DPR telah dikekang oleh Pasal 122 huruf k UU MD3," kata Josua dalam persidangan kemarin.
(Baca juga: MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi terhadap UU MD3)
Kedua, Pasal 122 huruf k UU MD3 dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 terkait negara hukum dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang terkait dengan hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Ketiga, Pasal 122 huruf k dinilai bertentangan dengan prinsif hukum pidana. Zico dan Josua menilai, lewat pasal tersebut, hukum pidana menjadi premium remedium atau pilihan utama.
DPR lewat MKD bisa memidanakan setiap orang yang dinilai merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR. Padahal, menurut Zico, prinsif hukum pidana yakni ultimum remedium atau pilihan terakhir.
Saat ini, di tengah perkembangan hukum pidana, semakin berkembang paradigma meminimalisisi penggunaan hukum pidana.
Harusnya, tutur Zico, DPR sebagai representasi wakil rakyat lebih mengedepankan mediasi, bukan justru bersemangat mempidanakan rakyat yang dinilai merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR.
Dengan alasan itu, Zico dan Josua memohon kepada majleis hakim MK menyatakan Pasal 122 huruf k UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945.
Selain itu, keduanya juga memohon agar pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.