Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan KPK untuk Gubernur Sultra Tertinggi di Antara Perkara-perkara Kepala Daerah

Kompas.com - 08/03/2018, 19:59 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, tuntutan dari jaksa KPK terhadap Gubernur (nonaktif) Sulawesi Tenggara Nur Alam merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan perkara yang menjerat kepala daerah yang lain.

"Tadi sudah didengar sama-sama, saya kira ini termasuk tuntutan yang tertinggi kalau dibandingkan dengan kepala daerah yang lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (8/3/2018).

(Baca juga: Gubernur Sultra Nur Alam Dituntut 18 Tahun Penjara)

KPK menuntut Nur Alam 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga dituntut membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar.

Namun, untuk perkara dengan terdakwanya berasal dari penegak hukum, KPK pernah menuntut lebih berat lagi dibandingkan perkara Nur Alam.

"Kalau dibandingkan dengan (perkara yang melibatkan) penegak hukum, kami pernah menuntut seumur hidup juga pernah, menuntut 20 tahun (pernah). Jadi, ada beberapa yang sebenarnya cukup tinggi, tetapi dari penegak hukum," ujar Febri.

Hal yang juga penting dari tuntutan ini, lanjut Febri, KPK meminta hakim mempertimbangkan mencabut hak politik Nur Alam. Hal ini mencegah mereka yang sudah divonis bersalah pada kasus korupsi bisa kembali lagi ke panggung politik.

Sebab, jika tetap punya hak politik, dikhawatirkan jika menjadi pemimpin dan terjadi korupsi lagi, masyarakat yang akan sangat dirugikan.

(Baca juga: Dalam Persidangan, Gubernur Sultra Nur Alam Mengaku Punya Tiga KTP)

Febri menyatakan, jaksa memberikan tuntutan yang tinggi terhadap Nur Alam secara proporsional dengan melihat dampak dari dugaan korupsi Nur Alam.

Misalnya, apakah berdampak pada keuangan daerah semata, atau pada sektor lain seperti lingkungan yang risiko kerugiannya jauh lebih besar.

Dalam tuntutan terhadap Nur Alam, pertama kalinya KPK menggunakan kerusakan lingkungan untuk menilai kerugian keuangan negara.

"Karena dalam kasus ini kami melihat ada keterkaitan antara perbuatan dugaan korupsi dan juga efek-efek terhadap izin-izin yang dikeluarkan tersebut, terutama untuk lingkungan. Karena itu, kerugian keuangan negaranya cukup besar," ujar Febri.

Kompas TV Sidang lanjutan terdakwa korupsi Gubernur (nonaktif) Sulawesi Tenggara Nur Alam kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com