Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Siap Kawal Siti Nurbaya Eksekusi Lahan DL Sitorus

Kompas.com - 19/02/2018, 12:29 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima kedatangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/2/2018).

Pertemuan tersebut salah satunya membahas mengenai eksekusi lahan perkebunan kelapa sawit milik DL Sitorus oleh Kejaksaan Agung yang terus terhambat.

Usai pertemuan, pimpinan KPK menyatakan akan turut mengawal proses eksekusi lahan seluas 47.000 hektar itu.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, pemerintah berhak melakukan eksekusi lahan. Sebab, sudah ada putusan Mahkamah Agung pada 2007 bahwa lahan tersebut serta seluruh asetnya dikembalikan kepada negara.

"Kenapa ini penting? Karena ini menyelamatkan perekonomian negara. Selama ini sudah dinikmati orang-perorangan dan tidak pernah dinikmati oleh negara. Walaupun putusannya sudah lebih dari 10 tahun. Ini agak aneh sebenarnya," kata Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/2/2018).

(Baca juga: Menteri Siti Nurbaya Minta Bantuan KPK Tangani Eksekusi Lahan Milik DL Sitorus)

Syarif mengatakan, KPK akan mengambil posisi untuk melakukan pengawasan. Namun apabila ada dugaan tindakan koruptif, KPK tak segan untuk menindak.

"Kalau gratifikasi pasti kita bantu. Misalnya ternyata ini tidak dieksekusi karena gratifikasi atau yang lain, kami ada di belakang Ibu Menteri," tutur Syarif.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut ada sebab yang harus diselidiki kenapa eksekusi lahan ini tak kunjung bisa dilakukan.

"Oleh sebab itu kita harus mulai dari awal lagi. Kalau soal eksekusi kan soal siapa yang mengeksekusi, bagaimana dan kenapa tidak dieksekusi, apa sebabnya, sementara pengadilan sudah memerintahkan. Ini kan ada sesuatu yang harus segera kita lihat," ucap Saut.

Meski demikian, Saut juga mengakui KPK belum bisa terjun langsung untuk melakukan penindakan. Menurut Saut, kapasitas KPK hanya sebatas supervisi.

"Kerugian negaranya sudah pasti ini, tapi penyelenggara negaranya kan kita belum bisa masuk di situ. Oleh karena itu PPNS dari Kementerian yang masuk. Kita membantu, kita nempel di situ supaya cepat selesai, itu besar uangnya," ucap Saut.

Pada Februari 2007, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan agar pemerintah mengambil alih lahan yang dikuasai DL Sitorus melalui perusahaan perkebunannya.

(Baca juga: Jaksa Agung Sebut Ada Potensi Korupsi dalam Kasus Lahan DL Sitorus)

Lahan ini berada di kawasan hutan Register 40 yang masuk Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. Eksekusi baru dilaksanakan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada Rabu, 26 Agustus 2007, di Medan.

Eksekusi dilakukan dengan cara mengambil alih manajemen pengelolaan lahan seluas 47.000 hektar.

Lahan inilah yang sebelumnya dikuasai perusahaan DL Sitorus, yaitu Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan, PT Torganda, Koperasi Parsub, dan PT Torus Ganda.

Pada saat proses eksekusi berlangsung di kantor Kejaksaan Tinggi Sumut, ratusan orang menyatakan penolakan terhadap eksekusi.

Mereka mengatasnamakan diri sebagai Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Adat Simangambat Ujung Batu.

Mereka menilai lahan Register 40 merupakan tanah ulayat yang dilindungi oleh hukum. Pemakaian tanah oleh DL Sitorus sejak 1998 berlangsung atas permintaan warga. 

Kompas TV Untuk menyiram tanaman pertanian, pesawat tanpa awak ini dilengkapi tangki air berkapasitas 15 liter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com