JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, sensitivitas etik hakim konstitusi seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan penyelenggara negara yang lain.
Pasalnya hakim-hakim konstitusi inilah yang memiliki wewenang menilai, mengadili, dan memutus pelanggaran etik, bahkan yang dilakukan oleh Presiden.
"Dalam Undang-undang Dasar, presiden itu bisa di-impeach bila melakukan perbuatan tercela," kata Feri di Jakarta Rabu (7/2/2018).
Adapun pihak yang berwenang menilai, mengadili dan memutuskan bahwa Presiden telah melakukan perbuatan tercela dan oleh karenanya layak dimakzulkan adalah hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
(Baca juga: Perludem: Pelanggaran Etik Arief Hidayat Berpotensi Bikin Gonjang-ganjing)
"Bagaimana mungkin dia bisa menilai, mengadili seseorang sudah tidak layak lagi menjadi Presiden karena melakukan perbuatan tercela, jika sensitivitas terhadap perbuatan tercela itu sudah tidak ada di dalam dirinya?" lanjut Feri.
Dalam konstitusi pun secara eksplisit juga disebutkan syarat menjadi hakim MK. Atas dasar itu, Feri mengatakan, sangat aneh jika sampai sekarang Ketua MK Arief Hidayat tidak menyadari telah melakukan perbuatan tercela dan mundur dari jabatannya.
"Perbuatan tercela kalau dilakukan Presiden mereka mau berhentikan. Tetapi mengapa kalau mereka melakukan perbuatan tercela tidak mau diberhentikan?" ucap Feri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti meminta agar Arief tidak berfikiran bahwa desakan untuk mundur sarat kepentingan politis. Menurut Ray, desakan agar Arief mundur tak lain untuk menyelamatkan marwah MK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.