Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Pelanggaran Etik Arief Hidayat Berpotensi Bikin Gonjang-ganjing

Kompas.com - 07/02/2018, 16:10 WIB
Estu Suryowati,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, kasus pelanggaran etik Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat berpotensi menciptakan gonjang-ganjing politik berkepanjangan.

Pasalnya, di tahun politik, MK menjadi institusi yang memiliki kewenangan dan peranan besar dalam menentukan masa depan siapa yang akan menjadi pemimpin, baik Presiden maupun kepala daerah, serta orang-orang yang bakal duduk di Senayan.

Sementara itu, pelanggaran etik yang dilakukan oleh Arief Hidayat telah meruntuhkan kepercayaan publik.

"Orang nanti akan berfikir bagaimana MK akan memutus dengan adil, toh ketuanya saja dan juga salah satu hakim masih saja merasa tidak ada hal yang salah, dengan dua kali melanggar etik," kata Fadli di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Baca juga : Tolak Mundur, Arief Hidayat Pertaruhkan Marwah MK

"Bagaimana mungkin orang bisa berharap dia bisa menyelesaikan PHPU secara fair, secara adil," lanjutnya.

Fadli memperkirakan, akan semakin banyak sengketa hasil pemilu atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilkada 2018 dan pemilu 2019 yang dibawa ke MK.

Catatan Perludem, ada 147 permohonan sengketa pilkada 2015 dan 47 permohonan sengketa pilkada 2017 yang dibawa ke MK. Potensi PHPU semakin marak, lantaran sejumlah faktor pendorong.

Dari 171 daerah yang akan menggelar pilkada serentak 2018, sebanyak 17 diantara adalah di tingkat provinsi atau pemilihan gubernur/wakil gubernur. Beberapa diantaranya merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak.

Baca juga : Dibebastugaskan, Pegawai MK Pelapor Arief Hidayat ke Dewan Etik

Seperti Jawa Barat salah satunya, jumlah pemilihnya mencapai 40 persen dari jumlah pemilih nasional. Artinya, kata Fadli, pertarungannya akan semakin luar biasa dibandingkan dua pilkada serentak sebelumnya.

"Dengan sangat pentingnya pertarungan politik ini, sangat mungkin ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan pemilihan akan dibawa ke MK," kata dia.

Faktor lain yang mendorong PHPU ke MK yaitu proses pilkada dan tahapan pemilu 2019 yang sudah marak indikasi kecurangan, seperti mahar politik, politik uang, kampanye hoaks dan SARA.

Baca juga : Lagi, Ketua MK Arief Hidayat Didesak Mundur

Dengan potensi meningkatnya sengketa pemilu yang dibawa ke MK, Fadli mengatakan, akan sangat mengkhawatirkan jika tidak ada kepercayaan dari publik atas putusan MK. Sementara putusan MK adalah bersifat final dan binding, yang artinya tidak ada upaya hukum lagi setelah keluarnya putusan tersebut.

"Ini kan soal gonjang-ganjing politik yang bisa berkepanjangan. Dan itu kan mengkhawatirkan transisi elit pemerintahan di daerah, di nasional, di DPR dan sebagainya," ucap Fadli.

"Kalau kemudian orang tidak percaya terhadap putusan MK dan itu dijadikan alat mobilisasi untuk menimbulkan kegaduhan ini kan sangat mengkhawatirkan," pungkasnya.

Kompas TV Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menemui dewan etik soal tudingan adanya lobi politik terhadap anggota Komisi III DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com