JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu angkat bicara terkait desakan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi yang disampaikan melalui aksi teatrikal di depan gedung MK pada Kamis (1/2/2018) lalu.
Mereka menuntut Ketua MK Arief Hidayat untuk mundur dari jabatannya, karena telah dua kali melanggar kode etik hakim konstitusi.
Menurut Masinton, pencopotan Arief dari jabatannya merupakan ranah internal MK yang tak bisa dicampuri oleh DPR.
"Kita serahkan pada mekanisme internal MK," ujar Masinton melalui pesan singkat, Jumat (2/2/2018).
Selain itu Masinton menilai tak ada keharusan bagi Arief Hidayat untuk mundur dari jabatannya setelah dua kali melanggar etik.
(Baca juga: Kartu Merah untuk Ketua MK Arief Hidayat...)
Ia mengatakan, tidak ada aturan hukum yang mengharuskan Arief mundur meski melakukan pelanggaran etik ringan.
"Ya kan tidak aturan hukumnya," tuturnya.
Selama menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Pada 2016 lalu, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
Pemberian sanksi dilakukan lantaran Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
(Baca juga: Tahun Politik, Dugaan Pelanggaran Etik Ketua MK Didesak Segera Diputus)
Di dalam katebelece yang dibuat Arief itu terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar bisa menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".
Kerabat Arief yang "dititipkan" itu saat ini bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIC.
Untuk kali kedua, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan.
Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.