JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) menyayangkan putusan Dewan Etik terkait pelanggaran etik yang dilakukan Ketua MK Arief Hidayat.
Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR, Rabu (6/12/2017).
Salah satu anggota koalisi yang juga aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menilai, sanksi yang dijatuhkan terhadap Arief seharusnya lebih berat karena pelanggaran etik terjadi untuk kedua kalinya.
Baca juga: Selama Jabat Ketua MK, Arief Hidayat Dua Kali Langgar Kode Etik
Menurut Lalola, standar etik yang dimiliki oleh Hakim Konstitusi seharusnya sangat tinggi. Sehingga pelanggaran berulang yang dilakukan Arief tidak bisa ditoleransi.
Pada 2016 lalu, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
Pemberian sanksi dilakukan lantaran Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
Baca juga: Tahun Politik, Dugaan Pelanggaran Etik Ketua MK Didesak Segera Diputus
Di dalam katebelece yang dibuat Arief itu terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar bisa menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".
Kerabat Arief yang "dititipkan" itu saat ini bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIC.
"Ini berkaitan juga dengan marwah lembaga, di mana MK sendiri masih tercoreng karena Patrialis Akbar tersandung kasus korupsi pasca Akil Mochtar," kata Lalola.
Terlepas dari tidak terbuktinya dugaan lobi politik antara Arief dan Komisi III, lanjut Lalola, pertemuan tersebut seharusnya bisa dijadikan unsur yang memberatkan sanksi etik.
Baca juga Putusan Dewan Etik: Ketua MK Arief Hidayat Melanggar Kode Etik Ringan
Mengingat, MK tengah melakukan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Perilaku Hakim MK bertemu dengan salah satu pihak yang berkepentingan dalam uji materil, itu sudah pelanggaran, terlepas terbukti ada lobi atau enggak," kata Lalola.
Pelanggaran ringan
Sebelumnya, Dewan etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan. Atas putusan tersebut, dewan etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.