JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo belum mau berbicara banyak soal polemik perwira polri yang diusulkan menjadi penjabat Gubernur.
Jokowi beralasan, surat dari Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait usulan tersebut belum ia terima.
"Ya, sampai saat ini belum masuk meja saya. Masih lama sekali kan. Belum masuk meja, nanti kalau masuk meja baru saya jawab," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
(Baca juga : Mendagri: Dirjen Saya TNI-Polri, Masa Enggak Boleh Jadi Penjabat Gubernur?)
Sebelumnya, Mendagri mengusulkan Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Inspektur Jenderal Pol Mochamad Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat.
Sedangkan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol Martuani Sormin diusulkan sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara.
Keduanya akan mengisi kekosongan jabatan karena masa jabatan dua gubernur di daerah tersebut berakhir pada Juni 2018.
Di saat yang bersamaan, belum ada Gubernur baru yang menggantikan karena pilkada di dua daerah itu baru dimulai pada akhir Juni.
(Baca juga : Polri Kaji Ulang Penunjukan Perwira Aktif Sebagai Penjabat Gubernur)
Namun, usulan tersebut menuai polemik karena dianggap dapat mengganggu netralitas TNI/Polri di Pilkada.
"Karena banyak yang berprasangka dulu, suudzon dulu, padahal belum tentu suratnya sampai ke saya," tambah Jokowi.
Meski tak mau berkomentar banyak, namun Jokowi sempat mengungkapkan keheranannya mengenai respons publik.
Ia mempertanyakan kenapa masyarakat baru ramai menyampaikan kritik sekarang. Padahal, kata Jokowi, pada tahun-tahun sebelumnya juga ada perwira Polri yang ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur.
"Yang dulu-dulu enggak ada masalah, dulu banyak loh, yang dari TNI ada, Polri ada, biasa saja. Kenapa sekarang ramai? Itu saja pertanyaan saya," kata Jokowi.
(Baca juga : Fadli Zon: Usulan Mendagri soal Penjabat Gubernur Timbulkan Distrust)
Mendagri sebelumnya beralasan, penunjukan jenderal aktif ini karena wilayah Sumatera Utara dan Jawa Barat memiliki potensi kerawanan jelang pilkada.
"Pendekatan stabilitas dan gelagat kerawanan," ujar Tjahjo melalui pesan singkat, Kamis (25/1/2018) malam.
Tjahjo memberi contoh, pada Pilkada 2017, ada dua daerah yang dianggap rawan, yakni Provinsi Aceh dan Sulawesi Barat.
Kemendagri saat itu juga menunjuk penjabat gubernur dua daerah tersebut dari kalangan TNI-Polri.
Di Aceh, penjabat gubernurnya adalah Mayjen TNI (Purn) Soedarmo yang menjabat Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.
Sementara itu, di Sulbar, penjabat gubernurnya adalah Irjen Carlo Brix Tewu. Saat itu, Carlo menjabat Plh Deputi V Bidang Keamanan Nasional Kemenko Polhukam dan Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.