Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut LPAI, 4 Hal Ini Harus Jadi Perhatian Terkait Kejahatan Seksual terhadap Anak

Kompas.com - 11/01/2018, 08:01 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

Kompas TV Seto Mulyadi Dukung Hukuman Berat Pelaku Paedofil

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel menyoroti hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia.

Hukuman kebiri diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Reza berpendapat, pemerintah, termasuk masyarakat, kini seolah-olah menganggap persoalan kejahatan seksual terhadap anak selesai setelah hukuman kebiri diatur dalam undang-undang.

"Berbusa-busa orang menyebut, situasi ini situasi luar biasa. Kejahatan seksual, tanpa parameter yang jelas, disebut sebagai kejahatan luar biasa. Apapun penamaannya, tetap saja publik lebih terfokus pada apa hukuman terhadap predator seksual," ujar Reza kepada Kompas.com, Kamis (11/1/2018).

Baca juga: KPAI Dorong Penegak Hukum Gunakan Hukuman Kebiri bagi Pedofil

Menurut dia, ada yang lebih penting menjadi fokus dalam penanganan kejahatan seksual terhadap anak.

"Padahal, kebiri itu urusan kesekian. Mari banting setir ke hal yang jauh lebih penting dari hukuman kebiri," lanjut dia.

Pertama, pastikan anak yang menjadi korban kejahatan seksual mendapatkan restitusi. Restitusi ini seharusnya telah diajukan pada tahap penyidikan di kepolisian. Penyidik harus proaktif memproses pengajuan restitusi.

Kedua, jika pelaku tidak mampu membayar tuntutan restitusi, negara harus menunaikan restitusi kepada korban.

"Naikkan ganti rugi menjadi kompensasi yang harus ditunaikan negara. Terobosan ini merupakan sanksi bagi negara atas kegagalan pemerintah dalam melindungi anak-anak dari kejahatan keji," ujar Reza.

Baca juga: Pemerintah Susun Tiga PP Pelaksana Perppu Kebiri

Ketiga, pemerintah harus membangun basis data mengenai korban.

Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan korban menerima rehabilitasi fisik dan psikologis di manapun dia berada, bahkan dalam jangka waktu yang lama agar korban benar-benar bisa kembali menjalani kehidupan seperti sedia kala.

Keempat, harus ada aturan terkait pelaku kejahatan yang merupakan orangtua atau saudara kandung korban. Menurut Reza, belum ada aturan soal ini. 

"Seharusnya, ketika pelaku kejahatan adalah orangtua si anak sendiri, pemisahan antara keduanya harus dilakukan. Cabut kuasa asuh pelaku atas anak tersebut. Opsi ini perlu dikedepankan, bukan sebagai opsi terakhir sebagaimana bunyi UU Perlindungan Anak," ujar Reza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com